Museum Perjuangan "Tridaya Eka Dharma"
Jl. Panorama No. 22, Bukit Tinggi
Telp. : (Hp.) 081535483070
Pendirian museum ini digagas oleh Brigjen Widodo, salah seorang pimpinan TNI wilayah Sumatera Tengah. Gagasan tersebut kemudian dilanjutkan oleh Brigjen Soemantoro dan diresmikan menjadi museum pada tanggal 16 Agustus 1973. Museum ini diberi nama Museum Perjuangan Tridaya Eka Dharma yang artinya tiga unsur kekuatan satu pengabdian. Nama ini bisa dikaitkan dengan falsafah Minang "Tigo Tungku Sajarangan". Museum ini didirikan sebagai sarana komunikasi antara generasi dan sebagai pewaris semangat juang dan nilai-nilai kepahlawanan. Dipilihnya kota Bukittinggi sebagai tempat berdirinya museum ini dikarenakan kota Bukittinggi pernah menjadi ibukota Provinsi Sumatera dan ibukota negara Republik Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).
Berbagai benda-benda bersejarah terdapat di Museum ini, diantaranya senapan laras panjang, senapan laras pendek, meriam, amunisi, granat, perlengkapan perang, pemancar radio, alat penerima sinyal, telepon dan juga pakaian para tentara Indonesia dan tentara asing.
Bukan hanya itu dokumentasi saat berperang juga tersimpan, semisal foto kepemimpinan para jenderal, lokasi penyekapan para pahlawan revolusi, serta foto para presiden Indonesia dari tahun 1945-2004. Pada bagian luar museum terdapat pula Pesawat Terbang AT-16, Harvard B-419 buatan Amerika Serikat yang dulunya digunakan dalam penumpasan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia di Sumatera Tengah tahun 1958, yang dioperasikan di Solok, Indarung, Bukittinggi dan Payakumbuh. Setelah habis masa terbangnya, pesawat terbang tersebut disimpan di depotlogistik di Lanud Hussein Sastra Negara di Bandung oleh Staf Angkatan Udara. Kemudian, pada tahun 1973 diserahkan ke Museum Tridaya Eka Dharma untuk dijadikan benda koleksi.