Sekali lagi, Bahasa Menunjukan Bangsa
Taman Mini Indonesia Indah kembali menyelenggarakan Pameran Bersama Museum se-Indonesia yang khusus mengangkat tema "Bahasa dan Aksara, Ragam Budaya Tutur dan Tulisan Nusantara " pada 20-23 April 2017. Ini merupakan penyelenggaraan kegiatan yang kelima, diadakan setiap tahunnya untuk memberi makna keanekaragaman budaya yang tumbuh dan berkembang di Indonesia. Adapun dalam pelaksanaannya yang juga serangkaian dengan HUT ke-42 Taman Mini Indonesia Indah, tidak kurang dari 37 museum yang berpartisipasi, baik berasal dari museum negeri, swasta, maupun yayasan.
Direktur Utama Taman Mini Indonesia Indah, Dr. AJ Bambang Soesanto menyatakan bahwa tradisi lisan dan tulis bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki arti penting bagi Indonesia dan dunia. UNESCO juga telah menetapkan tradisi lisan Wayang dan Tari Saman sebagai Warisan Tak Benda serta Naskah I La Galigo, Babad Diponegoro dan Negarakertagama sebagai Memory of the World. "Adalah suatu panggilan tanggungjawab bersama untuk tetap melestarikan warisan kebudayaan Indonesia, warisan leluhur yang tak ternilai tersebut," ungkapnya.
Dalam kegiatan, Perpustakaan Nasional menampilkan dua belas replika naskah kuno yang pernah dipamerkan di Jerman, di mana saat itu Indonesia menjadi Tamu Kehormatan Frankfurt Book Fair 2015. Ada pula dokumen persuratan Kerajaan-kerajaan Nusantara. Pameran ini juga bekerjasama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang memamerkan hasil penelitian mengenai kondisi bahasa-bahasa daerah di Indonesia, di antaranya bahasa yang sudah punah, kritis, terancam punah, dan mengalami kemunduran.
Koordinator Museum dan Hubungan Kelembagaan TMII yang juga Sekretaris Jenderal Asosiasi Museum Indonesia, Drs. Sigit Gunardjo S, MM., mengungkapkan setidaknya dari 7.102 bahasa di dunia, tercatat bahwa 646 bahasa atau hampir 10% di antaranya ada di Indonesia. "Hal ini menunjukan bahwa posisi Indonesia secara kebudayaan sangatlah strategis, dan perlu dikembangkan menjadi modal kultural yang dapat bermanfaat dalam banyak bidang. Tentu seiring dengan itu, kita memerlukan usaha-usaha preservasi dan advokasi tanpa henti agar masyarakat lebih mengenal serta mencintai keragaman bahasa di negeri ini," ujarnya.
Asosiasi Museum Indonesia merupakan salah satu mitra kegiatan ini, yang mana sangat sejalan dengan peran museum sebagai lembaga yang menaungi, merawat dan melindungi warisan kebudayaan bangsa. Ketua Umum AMI, Putu Supadma Rudana, yang hadir juga di sela acara menyatakan dukungannya bagi program-program serupa yang berdampak nyata bagi edukasi permuseuman terhadap khalayak.
"AMI berterima kasih kepada banyak pihak di seluruh Nusantara, yang dengan caranya sendiri tetap berupaya menggaungkan museum bagi berbagai kalangan. Semua institusi museum, komunitas, pihak pemerintah dan swasta telah bahu-membahu mendorong perkembangan dan pengembangan museum di negeri ini," tuturnya seraya menambahkan bahwa perjuangan memajukan museum merupakan pekerjaan yang tidak pernah berakhir, dan kesatuan visi bersama sangat diperlukan demi tercapainya permuseuman yang benar-benar menjadi Rumah Budaya Bangsa.
Ragam Bahasa di Indonesia
Indonesia memiliki ratusan bahasa yang berbeda-beda. Catatan sejarah menyebutkan bahwa bahasa Austronesia (Melayu-Polinesia) adalah bahasa awal yang digunakan oleh para penutur di wilayah Nusantara. Rumpun bahasa Austronesia adalah rumpun bahasa dengan jumlah penutur keempat terbesar di dunia, menyebar hingg ke Malagasi di Pantai Timur Afrika sampai Kepulauan Pasifik, termasuk Hawai, dan dari Taiwan ke Selandia Baru (Maori). Bahasa Melayu menjadi salah satu sub kelompok Indonesia terbesar dalam rumpun bahasa ini, mencakup Jawa, Sunda dan Minangkau.
Kita dapat menemukan berbagai wujud tinggalan yang menunjukan eksistensi bahasa ini, mulai dari batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, pada tahun 1380; Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 Masehi di Palembang; Prasasti Talang Tuo di Palembang tahun 684 Masehi; serta Prasasti Karang Berahi Bangko, Merangi di Jambi tahun 699 Masehi.
Adapun masuknya aksara ke wilayah Nusantara merupakan bagian dari proses perubahan sosial budaya akibat hubungan pelayaran dan perdagangan dengan India serta bangsa-bangsa lainnya. Posisi geografis Indonesia yang strategis turut berperan, di mana bangsa-bangsa seperti India, Arab dan Eropa menjadikan negeri ini sebagai daerah persilangan jalur niaga mereka.
Periode klasik dengan dikenalnya huruf Pallawa tergantikan oleh budaya Arab atau yang dikenal dengan periode Arab, dan belakangan hadir pula aksara latin sebagai pengaruh dari kultur Eropa. Seiring kolonialisasi yang terjadi secara luas di berbagai wilayah Nusantara, aksara Latin ini pun menjadi pilihan popular berkomunikasi secara tertulis.
"Perkembangan bahasa di Indonesia terbilang menarik," ungkap Putu Rudana. "Kita mengetahui bersama bahwa bahasa merupakan salah satu wujud budaya yang paling dinamis, mudah sekali beradaptasi dengan ragam bahasa bangsa-bangsa lainnya. Ini menunjukan bahwa keinginan untuk berkomunikasi secara luas memang menjadi hakikat kehadiran kita semua, yang perlu selalu kita kaji dan telusuri sebagai kajian atas akar kemajemukan Indonesia." Dan museum, tambahnya lagi, sangat terbuka bagi penelitian-penelitian seperti ini, menjadi center of excellence untuk berbagai kalangan demi tergali serta tersebarkannya makna-makna luhur kebudayaan kita.
Bahasa memang menunjukan bangsa, demikian ujar pepatah lama. "Bahasa sekaligus juga mencerminkan kesediaan kita menerima dan berbagi, refleksi kebhinekaan yang paling hakiki," pungkas Putu Rudana. (Media AMI)