KEARIFAN LOKAL (LOCAL WISDOM) SEBAGAI PERILAKU BANGSA MENUJU INDONESIA ADIBUDAYA
Pendidikan karakter bukan hanya berperan guna membentuk kualitas individu berbudi pekerti mulia, berintegritas, maupun bermartabat, melainkan juga dapat mendorong terbentuknya jati diri bangsa yang berlandaskan pada nilai-nilai luhur kebudayaan. Demikian pandangan Putu Supadma Rudana, Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia (AMI) dalam paparannya serangkaian Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia, Kamis (08/11) di Museum Nasional, Jakarta. Di hadapan para peserta yang terdiri dari pemuda berbagai latar, antara lain mahasiswa perguruan tinggi se-Indonesia, komunitas kebudayaan serta para pendidik muda tersebut, Putu Supadma Rudana menerangkan pentingnya pendidikan karakter yang secara komprehensif mengangkat nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) sebagai acuan implementasi dalam perilaku keseharian.
"Sebuah bangsa yang besar, demikian pula pribadi seseorang yang terpujikan dan berintegritas, selalu dinyatakan karena memiliki karakter. Dengan secara penuh komitmen dan konsistensi dalam menghayati serta menerapkan nilai-nilai hakiki Nusantara, maka kita dapat membentuk jati diri yang merefleksikan keluhuran sikap dan perilaku unggul,” ungkap Putu Supadma Rudana.
Lebih jauh, dirinya juga menambahkan bahwa Indonesia kini tengah menghadapi berbagai tantangan yang menguji teguhnya semangat kebangsaan atau nasionalisme serta keluhuran kearifan kebudayaan negeri ini. Indonesia, menurut Putu Rudana, sejatinya memiliki peluang yang terbilang luar biasa, tercermin dari sumber daya alam yang nilainya tak terhingga, letaknya yang strategis dalam peta dunia, hingga berbagai suku bangsa yang mendiaminya, dengan adat istiadat, bahasa, agama serta mahakarya kebudayaan dan kesenian yang beraneka ragam. Di saat yang sama, bangsa ini juga menghadapi aneka problematik yang pelik, dimulai dari upaya menjaga keutuhan NKRI, menghayati Pancasila dan UUD 1945, menegakkan persatuan dan kesatuan bangsa dalam ke-bhinneka-an yang Tunggal Ika, benturan berbagai kepentingan, ketegangan antara mayoritas dan minoritas, serta pula persoalan-persoalan struktural seperti korupsi, penataan lembaga negara berikut masalah-masalah lainnya.
“Oleh karena itu, dibutuhkan suatu tindakan yang strategis guna mengembangkan karakter melalui pendidikan nasional yang terencana, terukur dan terarah serta tepat guna, di mana kita dapat menyemai sumber daya manusia yang unggul, memiliki jati diri dan berkepribadian terpuji yang sarat dengan prestasi. Pendidikan karakter ini juga diharapkan mampu menumbuhkembangkan suatu nilai-nilai solidaritas penuh toleransi serta penghormatan akan keberagaman. Terlebih lagi, kita adalah negara yang masyarakatnya terbilang majemuk, multietnis dan multikultur, boleh dikata cukup riskan akan munculnya benih-benih perpecahan,” ujar Putu Rudana yang juga President of The Rudana yang menaungi Museum Rudana, Yayasan Seni Rudana serta Rudana Fine Art Gallery.
Dalam dialog yang mengangkat topik utama “Rencana Aksi Pembangunan Karakter” tersebut, Putu Rudana menyampaikan kemungkinan-kemungkinan strategis dalam penerapan maupun manfaat pendidikan karakter. Menurutnya, perlu digagas serta diselenggarakan kegiatan-kegiatan pemberdayaan generasi muda, mengedepankan sinergisitas antarbidang dan lintas kultural menuju masyarakat Indonesia yang kreatif dan produktif, sejalan dengan upaya mengaplikasikan nilai-nilai hakiki dan kearifan dalam perilaku keseharian.
“Dengan demikian, kita mampu membentuk manusia yang mencapai kesuksesan lahiriah atau A Person of Success sekaligus juga A Person of Value atau manusia luhur, bernilai dan berkarakter unggul, di mana kearifan lokal atau local wisdom, tidak berhenti sebagai slogan atau filosofi semata, melainkan terekspresikan sebagai perilaku keseharian manusia Indonesia yang cerdas berkualitas secara intelektual (Intelligence Quotient), emosional dan sosial (Emotional Quotient), sekaligus spiritual (Spiritual Quotient),” paparnya.
Tampil sebagai narasumber utama bersama Joe Marbun, tokoh muda yang giat dalam bidang-bidang kebudayaan serta permuseuman, Putu Rudana menawarkan solusi aksi terkait pembangunan karakter manusia Indonesia, antara lain dengan penerapan social entrepreneurship, yakni konsep kewirausahaan yang aplikatif sekaligus merefleksikan watak luhur bangsa Indonesia yang guyub dan hangat. Kewirausahaan ini, dalam pandangan Putu Rudana, menuntut suatu kemandirian yang lebih mengedepankan sinergisitas daripada keuntungan perseorangan atau kelompok tertentu. Program aksi social entrepreneurship yang berkelanjutan ini akan mendorong akselerasi perubahan bagi lingkungan sekitar secara signifikan.
Dengan demikian, kewirausahaan sosial ini tidak terfokus pada kewirausahaan bidang ekonomi saja, tetapi juga sosial, budaya, politik serta bidang-bidang lain. Namun sejalan dengan itu pula, Putu Rudana mengingatkan bahwa dalam aplikasi social entrepeneurship, dibutuhkan suatu perubahan paradigma cara pandang secara mendasar, termasuk perubahan dalam pola pikir, agar kuasa menghasilkan kreasi-kreasi inovatif yang bermanfaat bagi pembangunan suatu bangsa, dengan landasan pemikiran yang thinking outside of the box yakni berpikir ke depan secara kreatif dan visioner (excellent vision).
“Perubahan paradigma ini perlu dikedepankan. Contohnya dalam bidang politik, yang selama ini dipandang sebagai ranah yang kotor, licik sekaligus penuh intrik. Hal ini menyebabkan para tokoh, generasi muda, maupun kalangan dalam potensi kualitas yang lebih unggul enggan terlibat di dalamnya. Padahal, partai politik merupakan salah satu pilar demokrasi kita, yang membutuhkan hadirnya kader-kader yang cerdas, bernas, peduli dan tulus berbagi. Bagaimana mungkin kita mengembangkan suatu social entrepreneurship bidang politik yang berkualitas bila paradigma dan cara pandang masyarakat tidak diubah. Bidang politik memerlukan semangat kewirausahaan dimana para pelakunya berintegritas, agar mampu mengubah para politisi menjadi negarawan-negarawan,” paparnya.
Dialog yang berlangsung selama kurang lebih dua jam tersebut membuka wawasan para peserta mengenai nilai-nilai dasar pendidikan karakter berikut kemungkinan aplikasinya secara nyata dan berkelanjutan. Kongres Kebudayaan Pemuda Indonesia ini merupakan kegiatan yang kali pertama diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, berlangsung sedari 6-9 November 2012, mengagendakan berbagai diskusi dengan bahasan seputar multikulturalisme, kreativitas serta solidaritas di kalangan pemuda, diikuti lebih dari 300 peserta. Program yang dibuka oleh Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, H.R. Agung Laksono tersebut bertujuan mendorong tumbuhnya generasi muda Indonesia yang sigap serta tanggap, sehingga mampu hadir sebagai pemimpin masa depan yang mampu membawa tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik lagi.
“Indonesia merupakan sebuah bangsa yang besar, dengan berbagai peluang serta tantangannya. Namun saya meyakini, bila senantiasa berpedoman pada semangat tulus kebersamaan, menghargai tinggi toleransi serta memuliakan kebudayaan, maka negeri ini akan mencapai masa gemilangnya. Dan di tangan para pemuda inilah, kehidupan masa depan bangsa dan negara dipercayakan, membangun creation of a nation, Indonesia yang Adibudaya,” ujarnya.
Dilansir dari www.journalbali.com , 9 November 2012
Link terkait : http://www.journalbali.com/news_1/kearifan-lokal-sebagai-perilaku-bangsa-menuju-indonesia-adibudaya.html