Rakor Amida 2015 di TMII, Momen Penting AMI
Rapat Koordinasi Asosiasi Museum Indonesia Daerah (AMIDA) seluruh Indonesia telah berlangsung di Hotel Santika Taman Mini Indonesia Indah pada 17-19 April 2015. Selain memperkukuh silaturahmi dan konsolidasi organisasi antara AMI Pusat dengan AMIDA, kegiatan juga menghasilkan beberapa hal yang penting bagi penataan organisasi ke depan, di antaranya penyempurnaan AD/ART AMI serta rencana program kerja.
Tidak kurang dari 14 AMIDA yang hadir dalam kegiatan, dari jumlah keseluruhan 17 AMIDA yang telah terbentuk. AMIDA tersebut antara lain AMIDA Nanggroe Aceh Darussalam, AMIDA Sumatera Utara, AMIDA Sumatera Barat, AMIDA Riau dan Kepulauan Riau, AMIDA Sumatera Bagian Selatan (Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, dan Lampung), AMIDA Kalimantan, AMIDA Banten, AMIDA DKI Jakarta – Paramita Jaya, AMIDA Jawa Tengah, AMIDA DI Yogyakarta – Barahmus, AMIDA Jawa Timur, AMIDA Sulawesi, AMIDA Bali, AMIDA Nusa Tenggara (Meliputi NTB dan NTT), dan AMIDA Papua.
Putu Supadma Rudana selaku Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia dalam sambutannya mengungkapkan rasa terimakasih sedalam-dalamnya kepada para pengurus AMIDA yang hadir, diwakili oleh Ketua dan Sekretaris masing-masing, atas komitmen dan kesungguhannya dalam pengembangan museum di daerah. Meskipun beberapa AMIDA baru terbentuk dalam setahun masa pengabdian Putu Rudana sebagai Ketua Umum AMI sebagaimana amanat dalam Munas III AMI di Tanjungpinang, AMIDA-AMIDA seluruh Indonesia telah menunjukan keseriusannya dalam mengayomi museum-museum di daerah. Hal ini tecermin dari eratnya komunikasi yang terbangun, termasuk dalam sosialisasi kegiatan Peningkatan Kompetensi Manajemen Museum dan Kurator Museum yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Kebudayaan Kemdikbud bekerjasama dengan AMI.
“Dari kegiatan tersebut, tecermin tingginya animo para penggiat museum di daerah atas program dan kegiatan edukatif sekaligus apresiatif yang senantiasa diupayakan oleh AMI dengan para stakeholders¬-nya. Lain dari itu, AMIDA-AMIDA seluruh Indonesia telah memberikan ruang yang sama dan setara bagi setiap museum di daerah untuk berpartisipasi. Hanya saja, memang untuk tahun ini kegiatan masih terbatas bagi 105 peserta dan tidak akan mampu memberi kesempatan bagi lebih dari 400 museum di seluruh Indonesia,” ujar Putu Rudana seraya menambahkan bahwa sinergi ini akan tertus dilakukan, termasuk dengan para pihak lainnya yang peduli terhadap permuseuman.
Dalam sambutannya Putu Rudana juga menegaskan bahwa dalam usaha luhur memuliakan kebudayaan senantiasa terdapat tantangan, dan karenanya adalah sangat penting bagi seluruh keluarga besar Asosiasi Museum Indonesia untuk terus membangun komunikasi dari koordinasi demi terciptanya AMI sebagai satu-satunya organisasi yang mampu mengayomi museum-museum di seluruh Indonesia dan menyuarakan pentingnya kebudayaan bagi masyarakat Indonesia.
“AMI memiliki sejarah yang panjang, dimulai dari keberadaan Badan Musyawarah Museum Indonesia atau BMMI yang terbentuk pada 28 Oktober 1998. Itu merupakan satu tonggak penting bagi permuseuman di Indonesia, dilanjutkan dengan kesadaran para pendahulu, para pemerhati atau penggiat museum yang mengikrarkan komitmennya dalam wadah Asosiasi Museum Indonesia sebagai pelanjut visi BMMI pada tahun 2004. Kita bersyukur pada Tuhan Yang Maha Pengasih, bahwa AMI masih tegak berdiri sampai sekarang, tentunya berkat kerja keras dan kesungguhan para pengurus berikut segenap anggota AMI,” ujar Putu Supadma Rudana.
“Ini merupakan amanah kita semua, sebagai pengurus AMI Pusat maupun AMI Daerah, untuk menjadikan museum di seluruh Indonesia sebagai Rumah Budaya Bangsa dan Rumah Tertinggi Peradaban,” lanjutnya.
Semenjak berganti nama menjadi Asosiasi Museum Indonesia, organisasi ini telah dipimpin oleh insan permuseuman terpilih, di antaranya Bapak Drs. Soetrisno, MM, sebagai Ketua Umum AMI masa Bakti 2004 – 2009, yang secara kukuh meletakkan dasar-dasar keorganisasian, kemudian dilanjutkan oleh Ibu Dra. Retno Sulistianingsih, M.Hum, yang menjabat pada 2009 – 2012. Ibu Retno telah melakukan upaya-upaya pengembangan AMI hingga kemudian oleh karena beberapa hal memilih untuk undur dari posisi Ketua Umum. “Kendati demikian, perhatian Beliau terhadap permuseuman di Indonesia tetap tidak pernah pudar. Sumbangsih gagasannya tetap senantiasa kita harapkan demi tercapainya visi dan misi AMI,” ungkap Putu Supadma Rudana, yang terpilih sebagai Ketua Umum pada Munaslub AMI tahun 2012 di Lampung, dan menerima amanah kembali dalam Munas III AMI di Tanjungpinang sebagai Ketua Umum hingga tahun 2019.
Kegiatan Rakor AMIDA
Agenda-agenda yang dibahas dalam Rakor di antaranya forum diskusi mengenai kondisi terkini permuseuman di daerah. Dalam kesempatan ini, seluruh perwakilan AMIDA yang hadir menyampaikan permasalahan yang ditemui, termasuk pengharapan atas peningkatan kondisi permuseuman di wilayah-wilayah Nusantara.
AMIDA Aceh yang diwakili Asnawi misalnya, mengungkapkan kendala dalam hal SDM permuseuman yang kerap mengalami mutasi sebagai akibat dari struktur dinas di daerah. Sebagian Museum berada di bawah dinas yang berbeda-beda sehingga menyulitkan koordinasi. “Di sisi lain, keberpihakan perhatian pemerintah (dalam hal anggaran) terhadap museum relatif sulit diperoleh. Ini karena pemahaman atas museum kurang. Ini bukan memang bukan masalah strukturisasi, namun personal (pihak di dalam organisasi atau pemerintah) belum mengerti peran museum,” ungkapnya.
Sementara itu, perwakilan AMIDA Nusa Tenggara menyampaikan bahwa pemahaman museum di NTT belum utuh dalam masyarakat. “Saya setuju agar AMI di tingkat Pusat terus melakukan dengan dialog bersama komisi terkait di DPR yang membidangi kebudayaan dan pula dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan guna mewujudkan adanya badan museum tersendiri, sehingga museum dapat lebih terperhatikan. Mungkin dengan begitu, masalah-masalah permuseuman bisa lebih teratasi, terutama museum di daerah yang berinduk di dinas yang rentan dengan mutasi,” ujarnya.
Adapun Puji Joharnoto, Ketua AMIDA Jawa Tengah menyampaikan beberapa pendapat seperti perlunya menghadirkan museum agar terlihat lebih ‘gaul’, dan punya daya tarik. Di sisi lain terdapat juga masalah semisal kendala finansial dan SDM di museum-museum swasta. “Museum swasta di Jawa Tengah masih sedikit yang berbadan hukum, sehingga terkendala bila mereka akan menerima hibah,” ungkapnya. Sementara itu, museum di tingkat provinsi tidak terurus karena tidak ada seksi permuseuman (yang khusus menangani museum), dan selama ini masih ditempelkan di seksi purbakala. Untuk mengubah itu perlu ada Perda yang jelas dalam menangani Permuseuman, paparnya.
Seluruh perwakilan AMIDA seluruh Indonesia tersebut tampak intens berdiskusi sekaligus memberikan sumbangsih gagasan atas persoalan museum di Indonesia. Semua pandangan tersebut kemudian dirangkum ke dalam program kerja AMI yang akan dilangsungkan selama periode kepengurusan 2015-2019.
Rapat Koordinasi ini juga menghadirkan diskusi mengenai strategi pengembangan komunitas museum sebagai basis penguat program serta peningkat daya tarik kunjungan museum di kalangan masyarakat, khususnya generasi muda. Sebagai pembicara di antaranya Musiana Dhani dari Komunitas Jelajah dan Asep Kambali dari Komunitas Historia Indonesia. Adapun Udaya Halim, salah satu penggiat permuseuman di Banten juga turut berbagi pengalaman mengenai kiat-kiat marketing museum.