Obituari Nyoman Gunarsa
TINGGALAN TOREHAN KUAS NYOMAN GUNARSA
Keluarga Besar permuseuman kembali berduka atas berpulangnya Sang Maestro Nyoman Gunarsa pada Minggu, 10 September 2017 lalu. Selama hidupnya, selain sebagai seniman lukis penuh talenta, Beliau dikenal intens merawat, melestarikan dan mengembangkan seni budaya, baik di Bali maupun Nusantara.
Putu Supadma Rudana, Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia, menyampaikan dukacita mendalamnya atas kepergian Sang Maestro. Kepada Media AMI, Putu Rudana mengakui bahwa sosok Nyoman Gunarsa dipandangnya sebagai Guru semua kalangan, bukan hanya para seniman, pegiat permuseuman, melainkan juga mereka yang peduli dan mencintai kebudayaan secara luas. "Secara pribadi, saya sangat dekat dan mengenal Beliau. Bersama Museum Rudana, kami beberapa kali menggelar kegiatan pameran, sebagai penghormatan atas capaian penciptaan Maestro Nyoman Gunarsa. Berbagai diskusi juga sering kami lakukan, dan dari sanalah terbetik gagasan-gagasan cemerlang dari seorang Nyoman Gunarsa, yang menunjukan betapa selama ini Beliau amat sungguh mambaktikan dirinya bagi kebudayaan," tuturnya.
Lebih lanjut, Putu Rudana menambahkan bahwa apa yang menjadi tinggalan Nyoman Gunarsa penting untuk dirawat. Karya-karyanya merupakan warisan budaya bangsa yang elok dan bernilai, sebagaimana pemikiran Beliau yang mendalam mengenai hak cipta dan penguatan peran permuseuman. "Kita sungguh kehilangan seorang sosok yang menginspirasi," ungkap Putu Rudana, "Dan semoga kiprah Beliau dapat kita teruskan bersama, demi kemuliaan seni budaya bangsa."
Nyoman Gunarsa dikenal sebagai seniman lukis bertangan emas. Goresan kuasnya di atas kanvas bagaikan menari mengikuti gerak figur yang diciptakannya. Pada tahun 1970 dia mendirikan Sanggar Dewata Indonesia, sebuah komunitas seni yang masih bertahan hingga kini. Kiprahnya sebagai seniman telah mengantarkannya berpameran ke berbagai negara, seperti Malaysia, Australia, Belanda, Jepang, Singapura, Perancis, Amerika Serikat dan sebagainya. Dia meraih Penghargaan Seni Pratisara Affandi Adi Karya pada tahun 1976, Penghargaan dalam Biennale III Jakarta (1978), Biennale IV Jakarta (1980), dan Lempad Prize tahun 1980. Pada tahun 1994, Nyoman Gunarsa menerima Anugerah Budaya Dharma Kusuma dari Pemerintah Provinsi Bali dan Satyalancana Kebudayaan dari Presiden Indonesia tahun 2003.
Pada tahun 1990 ia mendirikan Museum Seni Lukis Klasik Bali "Nyoman Gunarsa" yang diresmikan tahun 1994 oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan, Wardiman Djoyonegoro. Di dalam museum ini terangkum karya lukisan klasik Bali dan lukisan modern karya berbagai seniman, dengan jumlah koleksi sekitar 250 karya. Di tiga lantai bangunan museumnya tersimpan pula aneka rupa kesenian, patung, barang antik khas Bali, di samping pula pameran-pameran lukisan berkala yang diselenggarakan pihak museum.
Nyoman Gunarsa juga pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Museum Bali (Himusba) periode 2000 - 2005 dan 2006 - 2011, serta selama masa baktinya Beliau telah menerbitkan dokumentasi penting mengenai keberadaan museum-museum di Bali, bertajuk The Treasure of Bali, termasuk publikasi jurnal permuseuman bertajuk "Musea". Beliau juga terbilang sungguh menyuarakan revitalisasi peran permuseuman agar benar-benar menjadi laboratorium kebudayaan bagi berbagai kalangan masyarakat. Bagi Nyoman Gunarsa, museum bukanlah gudang tempat penyimpanan barang-barang antik, melainkan suatu oase ilmu kebudayaan yang tidak pernah habis untuk diserap dan digali. Museum juga sarana penting dalam mempersatukan bangsa, karena sebenarnya dalam museum-lah dapat tergambar sisi kebhinnekaan Indonesia, yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. (MEDIA AMI)