Museum-Museum di Yogyakarta Memaknai Kemuliaan Budaya dan Sejarah Indonesia
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dikenal sebagai wilayah dengan situs-situs kebudayaan dan kepurbakalaan yang dipujikan. Di samping itu, berbagai ragam seni budaya masih tetap lestari hingga kini serta menuai apresiasi yang tinggi dari berbagai kalangan, bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga mancanegara. Keberadaan museum di provinsi ini tentu menjadi hal yang strategis, dikarenakan museum dapat berperan sebagai rumah kebudayaan yang mengabadikan peradaban adiluhung Nusantara, sekaligus memberikan pengetahuan dan wawasan bagi siapa saja yang ingin mendalami sejarah, kebudayaan dan kehidupan masyarakat negeri ini.
Terdapat 33 museum di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang tergabung dalam Asosiasi Museum Indonesia Daerah (AMIDA) Yogyakarta 'Barahmus'. Selama anjangsana ke Kota Pelajar ini, Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia berkesempatan mengunjungi empat museum di antaranya, yakni Museum Pusat Dirgantara TNI AU, Museum Memorial HM Soeharto, Museum Pendidikan Indonesia serta Monumen Perjuangan Yogya Kembali (Monjali).
Museum Pusat Dirgantara TNI AU menjadi saksi dari perjuangan kedirgantaraan TNI AU selama berbagai kurun waktu. Museum yang kini dipimpin oleh Kolonel Sudarno ini menyimpan berbagai jenis pesawat yang kondisinya masih terawat dengan baik. Pesawat-pesawat tersebut menyimpan berbagai cerita yang menyejarah, di antaranya pesawat kepresidenan pertama RI, pesawat yang dipergunakan dalam perang dunia kedua, jenis pesawat perintis yang kini tidak dioperasikan dan secara khusus menjadi koleksi museum.
Mayor Ayi Supriyadi, Wakil Ketua Barahmus Yogyakarta, juga memberikan penjelasan-penjelasan penting terkait museum dan peranannya bagi masyarakat luas. Menurutnya, Museum Pusat Dirgantara tidak hanya sebagai ruang koleksi dari pesawat-pesawat yang pernah difungsikan terkait dinas TNI AU, namun juga menyimpan semangat kebangsaan yang membanggakan dan penting untuk disampaikan kepada generasi muda. "Indonesia adalah bangsa yang terus menyejarah, terbentuk bukan hanya oleh masa silam, tetapi juga sikap atas kekinian sekarang. Museum ini menjadi rumah bagi saksi-saksi sejarah tersebut," ujarnya.
Kesadaran atas sejarah tersebut terefleksikan juga dalam penghargaan kepada para Kepala Staf TNI AU yang pernah mengabdikan darmabaktinya kepaa Indonesia. Terdapat satu ruangan khusus yang menyimpan memorabilia para patriot tersebut, di antaranya berupa seragam dalam berbagai keperluan kegiatan dan foto-foto khusus terkait agenda kegiatan yang dilaksanakannya. Sebuah ruang auditorium multimedia yang menampilkan video-video perjuangan para TNI AU juga khusus disediakan, di antaranya pula menayangkan atraksi aerobatik para prajurit TNI AU yang dibuat oleh jajaran museum serta keluarga besar TNI AU.
Kolonel Sudarno menyampaikan bahwa sementara baru 50 persen lahan dari tanah seluas 8 hektar yang dipergunakan sebagai bangunan museum. Menyikapi hal tersebut, Ketua Umum AMI berharap museum ini akan terus meningkatkan pengembangan institusinya, sehingga Museum Pusat Dirgantara padat hadir secara lebih utuh bagi masyarakat luas. "Perjalanan sejarah TNI AU merupakan pengetahuan penting bagi masyarakat, sehingga perlu untuk terus disosialisasikan dan digaungkan dengan tujuan membangkitkan kesadaran kebangsaan kita," ujar Ketua Umum AMI.
Museum Pendidikan Indonesia - UNY
Tidak banyak universitas di Indonesia yang memiliki museum. Menyadari hal tersebut, Universitas Negeri Yogyakarta atau UNY secara khusus membentuk museum yang merangkum perjalanan dunia pendidikan di Indonesia, di antaranya menampilkan koleksi sarana belajar-mengajar dari berbagai masa pendidikan di Indonesia termasuk jenis-jenis ijazah pendidikan berikut foto-foto para Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak masa kemerdekaan hingga sekarang.
Kunjungan Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia ke Museum Pendidikan Indonesia diterima oleh jajaran pengelola museum tersebut. Sempat pula Ketua Umum berbincang secara hangat dan membahas rencana pengembangan institusi tersebut. Dalam dialog singkat itu, terbuka permasalahan yang selama ini dihadapi jajaran pengelola, di antaranya belum utuhnya kebijakan universitas dalam memperhatikan keberadaan Museum Pendidikan Indonesa tersebut.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia, Putu Rudana, mengungkapkan simpati dan dorongan semangatnya kepada seluruh pihak yang telah mendedikasikan pengabdiannya bagi museum ini. "Kita harus melakukan sinergi secara berkelanjutan, dan mengkomunikasikan peran penting museum ini kepada para stakeholders AMI. Di sinilah peran AMI sesungguhnya, sebagai jembatan dari kepentingan anggota dengan kebijakan-kebijakan pemerintah maupun lembaga-lembaga yang peduli," ungkap Ketua Umum AMI.
Museum Memorial HM Soeharto
Yogyakarta tidak hanya dikenal sebagai kota pelajar atau kota budaya. Sebutan Kota Perjuangan kiranya juga mewakili perjalanan historis kota ini, sebagaimana adanya sejarah perjuangan Indonesia dalam melawan Agresi Militer Belanda I dan II. Sejarah yang tidak dapat dilupakan adalah tatkala warga Yogyakarta bahu membahu merebut kota ini dari kekuasaan Penjajah pada Agresi Militer Belanda tersebut, yang dipimpin oleh Letkol Soeharto dalam Operasi Janur Kuning yang menyejarah tersebut. Seperti yang tercatat pula, kelak Letkol Soeharto tersebut menjadi pemimpin tertinggi di Indonesia, Presiden RI kedua hingga tahun 1998.
Kunjungan Ketua Umum AMI ke Museum Memorial HM Soeharto diterima oleh jajaran pengelola museum berikut pinihsepuhnya, Bapak Teguh Winoto yang juga Lurah Argomulyo. Ketua Umum menyaksikan berbagai koleksi dan memorabilia yang menggambarkan sejarah perjuangan Pak Harto dalam melawan Agresi Militer Belanda, termasuk filosofi hidup yang melandasi semangat berikut kiprah Beliau.
Secara keseluruhan Memorial ini dibangun diatas lahan seluas 3620 m² terdiri dari : joglo, Rumah Notosudiro (eyang Buyut Pak Harto), Rumah Atmosudiro (Eyang Pak Harto), dan Petilasan. Memorial ini dibangun oleh H. Probosutedjo, adik kandung Jenderal Besar H.M Soeharto untuk mengenang jasa dan pengabdian, serta penghargaan terhadap prestasi dan keberhasilan yang telah menghantarkan Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, maju dan sejahtera, agar nilai-nilai kejuangan yang terkandung didalamnya menjadi pelajaran dan sumber inspirasi bagi generasi penerus. Bapak Jenderal Besar H.M. Soeharto wafat Pada hari Minggu Wage, 27 Januari 2008 (18 Muharam 1429 H/18 Suro 1941) Jenderal Besar H.M. Soeharto wafat di RS Pertamina Jakarta dan sehari sesudahnya pada Hari Senin Kliwon tanggal 28 Januari 2008(19 Muharam 1429 H/19 Suro 1941) dimakamkan di pemakaman Astana Giribangun, Kabupaten Karanganyar dengan upacara kenegaraan yang dipimpin langsung oleh Presiden RI Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
H.Muhammad Soeharto adalah Presiden Republik Indonesia yang ke-2. Lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta pada tanggal 8 Juni 1921. H. Muhammad Soeharto yang biasa dipanggilPak Harto atau Soeharto memulai pendidikan Sekolah Dasar (Ongko Loro) di Kemusuk (1929- 1931), Sekolah Rakyat di Wulantoro (1931- 1935), melanjitkan SMP di Yogyakarta (1935 – 1939) dan SMA di Semarang. Di usia yang ke 26, ia menikah dengan Siti Hartina –atau yang lebih akrab disebut Ibu Tien Soeharto, tepatnya 26 Desember 1947 di Solo. Pasangan ini dikaruniai tiga orang putri dan tiga orang putra : Siti Hardijanti Hastuti (Tutut), Sigit Harjojudanto (Sigit), Bambang Trihatmojo (Bambang), Siti Hediati Harjadi (Titik), Hutomo Mandala Putra (Tommy) dan Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).
Pada 19 Desember 1948, Belanda melancar Agresi Militer Kedua, setelah melakukan agresi pertama 27 Juli 1947. Pasuka NICA menduduki Yogya, masuk lewat Maguwo. Mereka tak terbendung karena sebagian besar pasukan TNI, termasuk Komando Wehrkreise III pimpinan Letkol Soeharto, sudah ditarik keluar kota. Yang ada di kota tinggal satu kompi Pengawal Brigade dan Pengawal Presiden di bawah Komando Militer Kota (KMK) pimpinan Kapten Litief Hendraningrat. Para Petinggi, termasuk Panglima Soedirman yang dalam keadaan sakit, mengungsi dan meneruskan perang gerilya. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta memutuskan tetap berada di tempat. Kemudian mereka ditawan dan dikirim ke Prapat, Sumatera Utara, lantas dipindahkan ke Bangka. Bung Karno memerintahkan Sjafruddin Prawiranegara memimpin pemerintahan darurat dari Sumatera Barat.
Dalam kondisi pemerintahan yang terpuruk, Letkol Soeharto merancang dan melancarkan serangan umum ke sejumlah markas dan pos pertahan tentara Belanda di dalam kota Yogya, tanggal 1 Maret 1949. Pak Harto memimpin Serangan Umum 1 Maret 1949 ke Kota Yogyakarta yang diduduki tentara Belanda, untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa Indonesia Merdeka masih eksis. Dihantam dalam serangan dadakan, pasukan Belanda pimpinan Kolonel Van Lengen, kocar- kacir. Merek hanya bisa bertahan, meminta bala bantuan ke Magelang dan Semarang. Dalam pertempuran enam jam, Ibukota Yogyakarta, dikuasai pasukan gerilya. Para pejuang mengibarkan Bendera Merah Putih di Jalan Malioboro, di jantung kota Yogya dan di beberapa tempat lainnya. Kemenangan ini disambut warga kota dengan sukacita. Mereka tak lupa menyediakan makanan dan minuman seadanya.
Kunjungan Ketua Umum AMI ke Museum Memorial HM Soeharto ini disertai pula dialog bersama para jajaran pengelola museum, di antaranya Cahyo (pemandu dan kurator) beserta Teguh Winoto selaku pinihsepuh dan Lurah Argomulyo, wilayah di mana museum ini berdiri. Diskusi tersebut berlangsung hangat di tengah nuansa memorabilia Pak Harto yang penuh kenangan dan sejarah.
Monumen Yogya Kembali
Dipimpin oleh Benny Soegito, Monumen Yogya Kembali telah mencatatkan jumlah kunjungan tertinggi di antara museum-museum di Yogyakarta, bahkan mencapai 1000 orang per hari. Monumen ini dibangun pada 29 Juni 1985 yang ditandai dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan untuk mendirikan monumen ini dilontarkan Kolonel Sugiarto, selaku Wali kota madya Yogyakarta dalam Peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Tingkat II Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1983. Dipilihnya nama Yogya Kembali dengan maksud sebagai tetenger atau penanda peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibu kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Hal ini sebagai tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan pemerintahan Belanda.
Monumen Jogja Kembali Pembangunan monumen dengan bentuk kerucut dan terdiri dari tiga lantai ini selesai dibangun dalam waktu empat tahun dan diresmikan pembukaannya tanggal 6 Juli 1989 oleh Presiden RI pada waktu itu, Soeharto. Monumen setinggi kurang lebih 31.8 m ini terletak di Dusun Jongkang, Desa Sariharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman. Bentuk kerucutnya melambangkan bentuk gunung yang menjadi perlambang kesuburan selain memiliki makna melestarikan budaya nenek moyang pra-sejarah. Pemilihan lokasi Monumen Yogya Kembali juga memiliki alasan berlatarkan budaya Yogya, yaitu monumen terletak pada sumbu atau poros imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Tugu, Kraton, Panggung Krapyak dan pantai Parang Tritis. Sumbu imajiner ini sering disebut dengan Poros Makrokosmos atau Sumbu Besar Kehidupan. Titik imajinernya sendiri bisa dilihat pada lantai 3 ditempat berdirinya tiang bendera.
Bangunan monumen ini terdiri dari taman depan dimana pengunjung bisa melihat Meriam PSU Kaliber 60mm buatan Rusia, sedangkan dihalaman paling depan bisa jumpai Replika Pesawat Guntai dan Pesawat Cureng yang dipakai dalam peristiwa perjuangan ini. Memasuki halaman museum terdapat dinding yang memenuhi satu sisi selatan monumen yang berisi Rana Daftar Nama Pahlawan dimana pengunjung bisa melihat 422 nama pahlawan yang gugur di daerah Wehrkreise III antara tanggal 19 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 dan puisi 'Karawang-Bekasi' karangan Chairil Anwar. Monumen Jogja Kembali Bangunan monumen yang terdiri dari tiga lantai terbagi dalam beberapa bagian. Seluruh bangunan dikelilingi oleh kolam air. Di lantai satu adalah museum dimana terdapat empat ruang museum yang menyajikan benda-benda koleksi berupa: realia, replika, foto, dokumen, heraldika, berbagai jenis senjata, bentuk evokatif dapur umum yang kesemuanya menggambarkan suasana perang kemerdekaan 1945-1949. Pengunjung bisa melihat tandu yang digunakan untuk menggotong Panglima Besar Jenderal Soedirman selama perang gerilya, seragam tentara dan dokar yang juga pernah digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman. Konon total koleksi barang-barang dalam museum tersebut mencapai ribuan.
Perpustakaan menggunakan satu ruang di lantai satu yang merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum. Ruang serbaguna adalah ruangan yang terletak ditengah-tengah ruangan lantai satu lengkap dengan panggung terbuka-nya. Setiap hari Sabtu dan Minggu diruangan ini digelar berbagai atraksi diantaranya tarian klasik, gamelan, musik electone yang memainkan lagu-lagu perjuangan. Ruangan Serbaguna ini bisa digunakan oleh umum untuk acara-acara pernikahan, seminar, wisuda dan lain-lain. Di lantai 2 bagian dinding paling luar yang melindungi tubuh monumen, pengunjung bisa melihat 40 buah Relief Perjuangan Phisik dan Diplomasi perjuangan Bangsa Indonesia sejak 17 Agustus 1945 hingga 28 Desember 1949. Pengunjung bisa melihat antara lain relief Jenderal Mayor Meyer yang mengancam Sri Sultan HB IX pada tanggal 3 Maret 1949, Presiden dan para pemimpin lain kembali ke Yogyakarta, pernyataan dari Sri Sultan HB IX yang menyatakan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah bagian dari Negara Republik Indonesia, Perayaan Kemerdekaan di halaman Kraton Ngayogyakarta dan lain-lain.
Di dalam bangunan lantai dua terdapat sepuluh diorama perjuangan Phisik dan Diplomasi Bangsa Indonesia sejak 19 Desember 1948 hingga 17 Agustus 1949 dengan ukuran life-size melingkari bangunan monumen. Diorama diawali dengan Agresi Militer Belanda memasuki kota Yogyakarta dalam rangka menguasai kembali Replublik Indonesia pada tanggal 19 Desember 1948 dimana pengunjung bisa menyaksikan miniatur pesawat-pesawat Belanda yang dibuat mirip dengan asli-nya. Apabila anda datang didampingi pemandu maka pemandu akan dengan senang hati menjelaskan kepada anda peristiwa sesungguhnya yang terjadi dimana pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Van Langen berhasil menguasai Lapangan Udara Maguwo (kini Adisucipto) pada pukul 08.00 dan mengadakan 'sapu bersih' terhadap apa yang dijumpai sepanjang jalan menuju Kota Yogyakarta (Jalan Solo). Kurang lebih pukul 16.00 pasukan Belanda sudah menguasai seluruh kota Yogyakarta dan beberapa tempat-tempat penting lain seperti Istana Presiden (Gedung Agung) dan Benteng Vredeburg. Sejak itu perjuangan merebut kembali Negara RI dimulai.
Kesepuluh diorama disajikan dalam kronologis waktu sehingga memudahkan pengunjung untuk memahami urutan kejadian yang sebenarnya. Disini kita juga semakin memahami peran perjuangan Jenderal Soedirman yang waktu itu dengan kondisi kesehatan sangat lemah dan paru-paru sebelah tetap memaksakan diri ikut berjuang dengan cara gerilya walaupun Presiden Soekarno sudah memintanya untuk tinggal bersamanya saja. Diorama ini disajikan diawal-awal. Di tengah-tengah diorama disisipkan juga adegan yang terkenal dengan sebutan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dipimpin oleh Letkol Soeharto yang memiliki tujuan politik, psikologis dan militer dimana bangsa Indonesia ingin mengabarkan pada dunia mengenai eksistensi-nya. Berita keberhasilan SU 1 Maret 1949 tersebut berhasil disebarluaskan melalui jaringan radio AURI dengan sandi PC-2 di Banaran, Playen, Gunung Kidul secara beranting hingga sampai ke Burma, India dan sampai kepada perwakilan RI di PBB. Menjelang diorama terakhir kita bisa melihat akhir dari perjuangan panjang dan melelahkan bangsa dimana akhirnya tentara Belanda ditarik dari Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan Sri Sultan HB IX bertindak selaku koordinator keamanan yang mengawasi jalannya penarikan pasukan tersebut dan diakhiri dengan adanya Persetujuan Roem-Royen pada tanggal 7 Mei 1949. Monumen Jogja Kembali Monumen ini sangat tepat menjadi sarana kita untuk memahami sejarah tanpa harus merasa digurui karena peran pemandu dalam menyampaikan setiap cerita dalam diorama sangat menarik dan tidak menjemukan.
Di samping itu, hal menarik dari monumen ini adalah difungsikannya Monjali sebagai wahana tempat bertemu yang egaliter, guyub dan hangat oleh berbagai lapis masyarakat. Berbagai taman bermain dibangun pula di sekitar Monjali yang umumnya ramai saat malam hari. Ketua Umum AMI sangat mengapresisi hal ini, dan dapat menjadi contoh bahwa museum bisa dikembangkan sebagai ruang terbuka untuk interaksi warga yang menggembirakan.
"Selama ini museum selalu tampil sebagai institusi atau bangunan tua, yang terkesan seperti tempat menyimpan barang lama. Monjali membuktikan bahwa antara artefak kebudayaan, nilai sejarah dan keceriaan masyarakat dapat berpadu. Inilah wujud museum yang kita idamkan. Museum yang hangat dan terbuka bagi siapa saja. Dengan demikianlah apresiasi atas budaya, sejarah dan nilai-nilai kebangsaan kita dapat diterima, dihargai, dimuliakan, serta tentunya digaungkan bersama-sama," ungkapnya.