Prasasti Ulubelu
Prasasti Ulubelu adalah salah satu dari prasasti yang diperkirakan merupakan peninggalan Kerajaan Sunda dari abad ke-15 M, yang ditemukan di Ulubelu, Desa Rebangpunggung, Kotaagung, Lampungpada tahun 1936. Prasasti Ulubelu saat ini disimpan di Museum Nasional, dengan nomor inventaris D.154.
Ada sejarawan yang menganggap aksara yang digunakan dalam prasasti ini adalah aksara Sunda Kuno, sehingga prasasti ini sering dianggap sebagai peninggalan Kerajaan Sunda. Anggapan sejarawan tersebut didukung oleh kenyataan bahwa wilayah Kerajaan Sunda mencakup juga wilayah Lampung. Setelah Kerajaan Sunda diruntuhkan oleh Kesultanan Banten maka kekuasaan atas wilayah selatan Sumatera dilanjutkan oleh Kesultanan Banten. Dalam buku The Sultanate of Banten halamaan 19, Claude Guillot menulis: From the beginning it was abviously Hasanuddin's intention to revive the fortunes of the ancient kingdom of Pajajaranfor his own benefit. One of his earliest decisions was to travel to southern Sumatra, which in all likelihoodalready belonged to Pajajaran, and from which came bulk of the pepper sold in the Sundanese region.
Meskipun demikian, terdapat pendapat lainnya yang menyatakan bahwa aksara berbentuk seperti paku dalam prasasti ini (aksara ka ga nga) merupakan aksaraSumatera yang juga digunakan sebagai aksara Batak, Rejang, dan Lampung, dan merupakan cikal-bakal aksara Lampung pada manuskrip kulit (dalung) pada abad berikutnya hingga sekarang.
Isi prasasti berupa mantra permintaan tolong kepada kepada dewa-dewa utama, yaitu Batara Guru (Siwa), Brahma, dan Wisnu, serta selain itu juga kepada dewa penguasa air, tanah, dan pohon agar menjaga keselamatan dari semua musuh.
Prasasti Ulubelu digoreskan pada batu alam (kecil). Aksara yang tertulis pada prasasti Ulubelu sangat tipis dan kecil, keadaan aksaranya juga sangat aus serta rusak. Batu pada bagian tengah patah, namun masih memperlihatkan gaya dan bentuk menyerupai aksara Sunda Kuno.
Prasasti Pasir Muara
Prasasti Pasir Muara terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Kebon Kopi I (Prasasti Tapak Gajah). Anda akan melihat tulisan berbahasa Sansakerta sebagai berikut: Ini sabdakalanda rakryang juru pengambat I kawihaji panyaca pasagi marsandeca. Terjemahan dari tulisan tersebut adalah : “Ini tanda ucapan rahyang juru pengambat, Berpulihkan haji sunda dalam tahun 854 Saka bahwa pemerintah daerah dipulihkan kepada Raja Sunda”.
Nama Sunda pertama kali disebut dalam sebuah prasasti Kebon Kopi II. Prasasti itu berangka tahun 854 Saka (932 M) dan berbahasa Melayu Kuna. Isi prasasti berbunyi “berpulihkan hajiri Sunda”, yang ditafsirkan bahwa telah ada raja Sunda dan paling tidak setelah Kerajaan Tarumanagara, yaitu sebelum tahun 932 M berakhirnya Kerajaan Tarumannegara sesuai dengan berita Cina abad ke – 7 (666 dan 669 M yang merupakan berita terakhir mengenai Kerajaan Tarumanagara).
Dilansir dari : berbagai sumber
Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di daerah Sabokingking, Kel. 3 Ilir, Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatra Selatan, sekitar tahun 1950-an. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar prasasti ini pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat hiasan tujuh ekor kepala naga, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran) tempat mengalirkan air pembasuh. Ditulis dalam aksara Pallawa dengan menggunakan bahasa Melayu Kuna.
Dilansir dari : berbagai sumber
Could not load widget with the id 27.