Patung Bung Karno dan Jatuh Cinta
KOMPAS.com - Rabu (29/5) sore, sejumlah pria berpakaian formal memasuki museum patung lilin Madame Tussauds di Bangkok, Thailand. Sejurus kemudian, obrolan dalam bahasa Indonesia dari para anggota rombongan itu langsung terdengar mendominasi percakapan di museum tersebut.
Sejumlah anggota DPR, seperti Sidarto Danusubroto dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Mustafa Kamal dari Partai Keadilan Sejahtera, terlihat dalam rombongan itu. Mereka berhenti, berbincang cukup lama, dan saling berfoto di depan patung lilin Bung Karno, presiden pertama Indonesia.
Bung Karno menjadi satu-satunya orang Indonesia yang dibuatkan patung lilin di Madame Tussauds. Di patung itu, Bung Karno memakai baju putih, seperti yang dikenakannya saat berkunjung ke Amerika Serikat untuk menyampaikan pidato berjudul "To Build the World a New" di depan Sidang Umum PBB XV pada 30 September 1960.
Di museum itu, patung Bung Karno yang diresmikan 24 September 2012 diletakkan di lorong utama dan urutan kedua setelah patung Raja Thailand Bhumibol Adulyadej dan istrinya, Ratu Sirikit. Siapa pun yang masuk museum itu pasti melewati patung lilin Bung Karno. Setelah patung lilin Bung Karno, baru patung lilin tokoh lain, seperti Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Aung San Suu Kyi (Myanmar), Mahatma Gandhi (India), serta penyanyi Justin Bieber dan aktris Nicole Kidman.
Ketika mengetahui ada wartawan dari Indonesia yang juga berada di museum itu, tiba-tiba kesan berupaya menghindar terlihat dari sejumlah anggota rombongan itu. Sempat terdengar celetukan, "Jangan difoto, nanti bisa diberitakan macam-macam."
"Hei, kita ketemu juga di sini," kata Sidarto saat disapa. Ia menjelaskan, kedatangannya ke Bangkok untuk menghadiri seminar pemberantasan terorisme, kerja sama ASEAN dan Pemerintah Jepang. Ia juga mengatakan, kehadirannya di Madame Tussauds dilakukan saat istirahat pertemuan.
Sidarto pernah menjadi ajudan Bung Karno pada 6 Februari 1967-23 Maret 1968. Ia menjadi ajudan terakhir karena setelah ditarik, pemerintah tidak lagi menyediakan ajudan untuk Bung Karno. "Kehormatan bagi saya dapat mendampingi beliau di masa-masa terburuk. Patung lilin ini menunjukkan, Bung Karno telah menjadi tokoh dunia," katanya.
Namun, Sidarto menilai patung lilin Bung Karno di museum tersebut terlalu lembut sehingga kurang memancarkan wibawa serta karisma Soekarno yang dikenalnya. "Bung Karno itu manly. Kalau melihatnya langsung, Anda pasti akan jatuh cinta," ujar Sidarto kepada salah satu wartawati.
Tak hanya Sidarto yang terdengar berkomentar tentang Soekarno dan patung lilinnya. Saat Sidarto memberi penjelasan, sebagian anggota rombongan itu juga kembali mendekat ke patung lilin Bung Karno.
Mungkin benar kata Sidarto, Bung Karno amat manly (jantan). Dan sikap manly ini yang mungkin sulit ditemukan dalam praktik politik saat ini sehingga banyak orang sulit jatuh cinta kepadanya.... (M Hernowo)
Sumber : nasional.kompas.com | Link kait : Patung Bung Karno dan Jatuh Cinta



























































































































Telah berpulang, Bapak Gathut Dwi Hastoro, Ketua AMIDA DKI Jakarta "Paramita Jaya", pada Selasa, 29 Maret 2016 sekitar pukul 21.10 WIB. Beliau yang juga lama mengabdi sebagai Ketua UPK Kota Tua Jakarta merupakan sosok pejuang dan pengabdi permuseuman Indonesia.
Keluarga permuseuman Indonesia kembali kehilangan. Salah satu pejuang museum yang selama ini dikenal berdedikasi dalam mengelola Museum Kereta Api Ambarawa, Tri Prastiyo, dikabarkan berpulang ke sisi Tuhan Yang Maha Esa pada April 2016.
Alangkah terharunja hati saja tatkala saja mengundjungi suatu museum di Mexico-city. Museum itu ialah museum Sedjarah Perdjoangan Nasional Mexico. Saja terharu
Pada galibnya, kita serupa dengan museum. Aku juga terpanggil mempersembahkan karya masterpiece dalam sentuhan modern.
Media sederhana ini merupakan bagian dari pelaksanaan program dan agenda Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Pusat yang bermuara pada satu sasaran utama, yakni pembangunan karakter dan pekerti bangsa (nation and character building) sebagai landasan terwujudnya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang adil, makmur, bermartabat, semulia cita-cita para founding father.