Manajemen Lemah, Indonesia Perlu UU Permuseuman
Beritadewata.com, Denpasar - Ratusan kepala museum dan pelaku museum baik pemerintah maupun swasta bertemu di Sanur Bali selama 3 hari yakni tanggal 30 Mei sampai tanggal 1 Juni 2016. Ratusan kepala museum dari berbagai daerah di Indonesia ini bertemu dalam acara Pertemuan Nasional Museum Indonesia.
Pertemuan tersebut dibuka secara resmi oleh Sekretaris Direktorat Jendrral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nono Adya Supriyatno. Hadir pula Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal kebudayaan, Kemendibud, Harry Widianto serta anggota DPR RI Komisi X jefri R Riwu Kore serta beberapa pejabat lainnya.
Anggota Komisi X Jefri R Riwu Kore menjelaskan, hingga saat ini manajemen museum di Indonesia masih sangat amburadul. Karena itu dirinya datang ke Pertemuan Nasional Muesum Indonesia di Sanur Bali untuk mendengarkan secara langsung seluruh persoalan yang berkaitan dengan Museum di Indonesia. Dan salah satu yang sangat mendesak adalah UU Museum Indonesia yang hingga saat ini belum ada.
"Ini menjadi landasan hukumnya yakni UU Museum Indonesia. Bagaimana manajemen pengelolahan Museum baik, kalau UU Museum tidak ada. Kami meminta para kepala museum, para anggota Asosiasi Museum Indonesia untuk segera memberikan naskah akademiknya sehingga dewan bisa segera mengeksekusinya," ujarnya.
Indonesia sangat kaya dengan museum. Namun manajemenya masih sangat lemah. Masing-masing museum masih bekerja sendiri-sendiri. Itulah sebabnya sekalipun Indonesia kaya akan museum tetapi belum menjadi agenda utama untuk menjadi destinasi kunjungan baik untuk kepentingan pariwisata maupun untuk pendidikan.
Sementara Ketua Asosiasi Museum Indonesia (AMI) Putu Rudana menjelaskan, museum itu dimana-mana merupakan eksistensi sebuah peradaban dari bangsanya. Demikian pula museum-museum yang ada di Indonesia dari Ace hingga Papua.
"Kami mencatat ada 426 museum di seluruh Indonesia. Tetapi jumlah kunjungan ke museum dalam setahun masih sangat rendah. Pertahun tidak lebih dari 200 juta orang yang mengunjungi museum. Seharusnya dengan banyaknya museum di Indonesia, jumlah kunjungan harusnya lebih banyak, minimal untuk pendidikan generasi bangsa," ujarnya.
Ia menilai, selain UU Museum, Indonesia perlu sebuah badan yakni Badan Museum Indonesia. "Kalau badan, tidak perlu lama-lama. Tinggal Presiden Jokowi bentuk sebuah badan, tanda tangan selesai. Seperti badan ekonomi kreatif misalnya, sehingga bisa langsung bekerja membenahi manajemen museum Indonesia. Sementara UU Museum juga sangat dibutuhkan sebagai payung hukum tertinggi pengelolahan museum Indonesia.
Menurut pemiliki Museum Rudana Ubud ini, seluruh koleksi museum di Indonesia itu memiliki nilai sejarah yang menjelaskan peradaban sebuah bangsa. Seluruh koleksi museum memiliki spirit atau roh tersendiri. Di berbagai negara dunia, negara fokus mengurus museumnya karena menunjukkan jatidiri bangsa dan negaranya.
"Koleksi museum tidak hanya sekedar barang kuno masa lalu, tetapi dia memiliki karakter dan roh dari semua peradaban bangsa. Indonesia sebagai bangsa besar yang kaya akan sejarah dan budaya perlu mengolah museumnya secara baik," ujarnya.
Ia juga mengeritik anggara revitalisasi museum yang tidak efektif. Anggaran revitalisasi sebanyak Rp 61 miliar dinilai belum tepat sasar untuk mengolah museum di Indonesia. "Ini anggaran untuk revitalisasi atau reparasi. Karena banyak museum sekedar dicat temboknya, tetapi atapnya bolong, sehinggan saat hujan datang, jebol semua koleksinya," ujarnya. (AR/AG/Wid)
Telusuri berita lainnya :