Anugerah 'Museum Award' Komunitas Jelajah:
Penghargaan Bagi Segenap Insan Permuseuman
Museum Konperensi Asia Afrika terpilih menerima penghargaan 'Purwakalagrha' Museum Award 2015 untuk kategori Museum Menyenangkan, sebuah kriteria khusus bagi museum yang dinilai memiliki intensitas dan kesungguhan, serta tentunya kreativitas dalam usaha-usaha memasyarakatkan museum. Dewan Juri yang terdiri dari Prof. Dr. Sylviana Murni, Prof. Dr. Agus Arismunandar, Drs. Nunus Supardi, Ahmad Fuadi dan Olivia Sandra menetapkan Museum KAA dengan memperhatikan keberhasilan sekaligus kebersinambungannya dalam merawat minat publik agar terus mengunjungi serta peduli pada museum, khususnya bagi wilayah di Jawa Barat.
Museum KAA Meraih Penghargaan 'Museum Menyenangkan' |
Selain Museum Konperensi Asia Afrika, beberapa museum lain yang terpilih antara lain Museum Pusat Dirgantara Mandala (Kategori Museum Pintar), Museum Dewantara Kirti Griya (Kategori Museum Cantik), dan Museum Tekstil (Kategori Museum Bersahabat). Di samping itu, Dewan Juri menetapkan kategori khusus tematik yang dipertimbangkan dengan memperhatikan isu yang berkembang dari tahun ke tahun. Khusus di 2015, ditetapkan kategori Museum Kemanusiaan yang diraih Museum Kesehatan Jiwa Lawang dan Museum Nyamuk.
Peraih Penghargaan Kategori Media Peduli Museum (Harian Kompas) dan Universitas Peduli Museum (Unika Atmajaya) |
Universitas Atmajaya melalui Museum Anatomi UNIKA Atmajaya juga meraih penghargaan Universitas Peduli Museum, sebagaimana Harian KOMPAS yang didaulat sebagai Media Peduli Museum. Dr. Oei Hong Djien juga ditetapkan sebagai Pengusaha Peduli Museum melalui pendirian museum seni rupa OHD yang berlokasi di Magelang, Jawa Tengah. Seluruh pemenang diumumkan pada Minggu, 7 Juni 2015 di Galeri Indonesia Kaya, Jakarta, dihadiri oleh para penggiat permuseuman dari berbagai wilayah, komunitas museum dan kebudayaan, serta masyarakat umum.
Musiana Yudhawasthi, Ketua Komunitas Jelajah yang merupakan penyelenggara dari kegiatan ini mengungkapkan rasa terimakasihnya kepada berbagai pihak yang telah mendukung pelaksanaan acara tersebut. "Ini merupakan penyelenggaraan Museum Award yang keempat kalinya, dan kami berhasil memperluas cakupan wilayah kegiatan hingga ke seluruh pulau Jawa, setelah dua kali berturut hanya seputar DKI Jakarta dan di tahun ketiga di kawasan DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Tentu ini merupakan hal yang membanggakan, bukan hanya bagi kami, tapi juga segenap pihak yang peduli pada museum, sebab acara ini merupakan cermin perhatian kita bersama atas permuseuman di negeri ini," ungkapnya.
Setelah melalui proses seleksi dan penilaian selama tiga bulan oleh Komunitas Jelajah, terdiri dari para relawan yang tersebar di seluruh pulau Jawa, kegiatan Museum Award melakukan tahapan demi tahapan untuk menetapkan museum-museum peraih penghargaan. Tidak kurang dari 239 museum yang didata kemudian dipilah dalam beberapa kriteria untuk selanjutnya disurvei oleh para relawan yang sebagian besar melibatkan para generasi muda yang peduli. Klasifikasi kategori museum pun dibuat, hingga terdaftar 25 museum yang berikutnya didatangi oleh kelima dewan juri.
"Ini merupakan proses yang panjang, dan berdasar pada pertimbangan Dewan Juri dengan kapasitas dan kepakarannya di bidang masing-masing. Kami juga sengaja melibatkan generasi muda sebagai perwakilan dalam penjurian, untuk sekaligus mewakili suara masyarakat muda atas pengharapan mereka terhadap perkembangan permuseuman. Namun, sekali lagi, Museum Award bukanlah ajang kompetisi melainkan murni apresiasi bagi museum-museum di Indonesia. Tujuannya adalah untuk lebih memotivasi para penggiat permuseuman dalam usaha memasyarakatkan kebudayaan, khususnya museum," tambah Musiana, atau yang kerap disapa sebagai Ina Dhani.
Sementara itu, Dewan Juri yang diwakili oleh Prof. Dr. Sylviana Murni yang juga Deputi Gubernur DKI Bidang Kebudayaan dan Pariwisata, dalam sambutannya mengungkapkan dukungannya bagi penyelenggaraan Museum Award sekaligus rasa salutnya kepada kerja sungguh para panitia yang secara rinci mempersiapkan segala sesuatu, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan puncak kegiatan pada malam penganugerahan.
Para Peraih Penghargaan Kategori Pengusaha Peduli Museum dan Museum Peduli Kemanusiaan |
"Komunitas Jelajah, di bawah pimpinan Ina Dhani, telah melaksanakan hal yang luar biasa dan sangat patut kita apresiasi. Mereka mengingatkan kita bahwa museum masih sangat perlu diperhatikan, agar sungguh menjadi jendela kebudayaan dalam memandang sisi utuh kebangsaan kita," tegasnya.
Sementara itu Prof. Dr. Wiendu Nuryanti, Dewan Penasihat Museum Award 2015, mengungkapkan bahwa seluruh pihak penting untuk merawat dan memperhatikan museum. "Kita harus menanamkan kecintaan kita pada museum, berikut kebudayaan secara luas, sejalan dengan kecintaan kita pada nusa dan bangsa. Karena bagaimanapun, di dalam museum terkandung bukan hanya perjalanan sejarah negeri ini, namun juga nilai pekerti dan keluhuran yang telah diciptakan dengan sepenuh sungguh oleh para pendahulu negeri ini. Saya menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para dewan juri, panitia serta seluruh insan peduli museum, baik yang terpilih menerima penghargaan ataupun tidak. Yang kita apresiasi bukanlah peraihan penghargaannya, tetapi niatan berikut upaya sungguh kita semua untuk peduli pada permuseuman Indonesia," paparnya dalam sambutan singkat sebelum membacakan para peraih 'Purwakalagrha' Museum Award 2015.
Para Peraih Award berfoto bersama |
Kegiatan Museum Award ini terselenggara pula oleh dukungan Asosiasi Museum Indonesia, satu-satunya organisasi yang menaungi permuseuman di Indonesia yang saat ini telah beranggotakan lebih dari 412 museum dan terus bertumbuh. Ketua Umum Asosiasi Museum Indonesia, Putu Supadma Rudana, mengungkapkan rasa bangganya atas kerja keras segenap pihak yang telah mendukung terselenggarakan kegiatan yang bermakna ini.
"Tetapi, kita tidak bisa pungkiri, bahwa selama ini para penggiat museum kita pun ternyata 'termuseumkan', alias terpinggirkan, tidak diperhatikan. Akibatnya, masih banyak museum kita yang belum optimal perawatan maupun pengembangannya, yang dikarenakan masih terbatasnya sumber daya manusia yang kita miliki, baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Ini merupakan satu masalah yang harus dihadapi, sejalan dengan persoalan-persoalan lain yang sangat kompleks, seperti penataan kelembagaan dan fungsi koordinasi tiap museum dengan stakeholders-nya, hingga problem minimnya anggaran yang menyulitkan museum-museum untuk berkembang," ungkapnya seraya menambahkan bahwa selama anjangsananya ke seluruh wilayah Indonesia dan menyapa para penggiat museum di daerah, kondisi-kondisi tersebut masih kerap dijumpai dan perlu menjadi perhatian.
Penghargaan Sepanjang Hayat
Selain kategori-kategori yang disebutkan sebelumnya, Museum Award juga menganugerahkan apresiasi mendalam atas kerja sungguh para tokoh yang mendedikasikan pengabdiannya bagi permuseuman dan kebudayaan. Kali ini, Prof. Dr. Edi Sedyawati ditetapkan menerima penghargaan sepanjang hayat atau lifetime achievement 'Purwakalagrha' Museum Award 2015.
Prof. Dr. Edi Sedyawati menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan RI pada tahun 1993 sampai dengan tahun 1999, dan berperan sangat besar pada pendirian Galeri Nasional di Jakarta. Ia memprakarsai terselengaranya pameran seni rupa negara non-blok pada saat peresmian Galeri Nasional yang diresmikan oleh Presiden Soeharto. Melalui beberapa guru tari, ia berkembang menjadi penari yang sering tampil dalam peran Abimanyu dan Arjuna. Agaknya, penampilan kedua tokoh itu didukung oleh kepribadiannya yang halus dan tenang.
Prof. Dr. Edi Sedyawati menerima Lifetime Achievement |
Setelah menamatkan studi di tahun 1963, minatnya terhadap dunia tari tak pernah kunjung padam. Meski tak lagi sering tampil di panggung, ia berkembang menjadi pengulas tari yang banyak diperhatikan. Berbagai artikelnya muncul di surat kabar dan majalah. Tak hanya tentang tari, melainkan juga berkenaan dengan dunia arkeologi. Sebuah bukunya, Pertumbuhan Seni Pertunjukkan Tari Ditinjau dari Berbagai Segi, terbit tahun 1981. Tahun 1974, ia membawa rombongan LPKJ/IKJ dalam studi tari di Minangkabau pada September 1974 sampai Februari 1975, ia menjalani studi etnomusikologi di East-West Center, Amerika Serikat.
Desertasinya Pengarcaan Ganesha Masa Kadiri dan Singhasari : sebuah Tinjauan Sejarah Kesenian, yang telah diterbitkan oleh EFEO, LIPI dan Rijksuniversiteit Leiden tahun 1994 itu, juga diterjemahkan kedalam bahasa Inggris oleh Verhandelingen, Koninklijk Instituut vor Taal Land-en Volkenkunde (KITLV) No. 160, Leiden yang berjudul Ganesha statuary of the Kadiri and Singhasari periods, A study of art history, sampai saat ini banyak dimanfaatkan oleh para peneliti asing.