Pembangunan Kebudayaan: Menuju Masyarakat Inklusif
Sebagai bagian dari upaya perjuangan mewujudkan Kementerian Kebudayaan yang mandiri, Asosiasi Museum Indonesia menggelar seminar dan peluncuran buku 'Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia: Impian Lama yang Belum Terwujud' pada 3 September 2014 di Museum Sumpah Pemuda. Tampil sebagai pembicara adalah Budayawan Radhar Panca Dahana, Anggota DPR-RI periode 2009-2014 Dedy Gumelar serta penulis buku yang juga Dewan Pakar AMI, Drs. Nunus Supardi. Sementara bertindak sebagai moderator adalah Prof. Dr. Edy Sedyawati.
Nunus Supardi mengawali acara dengan memaparkan perjalanan historis perjuangan menuju Kementerian Kebudayaan yang mandiri, sebagaimana yang dituangkan dalam bukunya tersebut. Menurutnya, kebudayaan selama ini tidak mendapat tempat dan posisi kunci dalam pembangunan Indonesia dikarenakan ia selalu menjadi dampingan dari kementerian yang seakan-akan menjadi induknya.
"Misalnya, kebudayaan dipadukan dengan pariwisata dan pendidikan, yang berimplikasi pada minimnya anggaran yang diperoleh. Bahkan pada saat pascareformasi, yang mengamanatkan kementerian pendidikan dan kebudayaan memperoleh 20% APBN, anggaran untuk kebudayaan bahwa tak sampai seperempat dari yang dialokasikan," tegasnya.
Pandangan yang serupa juga diungkap Dedy Gumelar atau yang lebih dikenal dengan nama panggung 'Miing'. Ia memaparkan politik anggaran yang menyangkut kepentingan kebudayaan di DPR. "Saya setuju dengan Pak Nunus, sudah saatnya kita mengupayakan agar kebudayaan mendapatkan perhatian yang utama dalam pembangunan di Indonesia. Orang masih hanya fokus pada sektor yang mudah menghasilkan devisa negara, seperti pertambangan, kehutanan, atau kelautan. Sementara kebudayaan dikesampingkan karena kita semua belum memiliki visi yang sama atas peran-peran kebudayaan yang strategis bagi bangsa ini. Kalaupun memiliki visi, gerak langkah kita ternyata belumlah padu," paparnya.
Indonesia selama ini dibangun dengan dasar peningkatan ekonomi, sebagaimana ditunjukan dengan kebanggaan atas capaian Gross National Product ataupun pendapatan per kapita yang meningkat. Hal ini mengakibatkan pendekatan pemerintah kepada rakyat pun bersifat kuantitatif, seperti contoh perhitungan besaran maupun sebaran subsidi.
"Pembangunan seperti ini hanya menjadikan masyarakat sebagai obyek pembangunan. Bukan subyek, yaitu pihak yang juga turut menentukan kemajuan mereka sendiri. Pembangunan ekonomi bersifat struktural, alias ¬top-down, berdasar instruksi dari atas ke bawah. Sementara pembangunan yang kita harapkan adalah bottom-up, yakni mengedepankan partisipasi rakyat dan daerah," tambah Radhar Panca Dahana seraya mengungkapkan bahwa menimbang kondisi pembangunan Indonesia tersebut, maka sudah saatnya kementerian kebudayaan untuk mengawal kebijakan-kebijakan sosial-budaya yang inklusif diwujudkan.
Acara ini dihadiri oleh komunitas-komunitas budaya se-DKI Jakarta, para pemerhati permuseuman, serta juga masyarakat umum. Sebagai kelanjutan dari kegiatan, pada 7 September 2014 di Galeri Cemara, Menteng-Jakarta, para pemerhati kebudayaan mengikrarkan diri dalam Deklarasi Kebudayaan untuk mendorong terwujudnya Kementerian Kebudayaan yang mandiri.
Deklarasi tersebut diprakarsai oleh Lembaga Kebudayaan Indonesia (LBI), Badan Pelestari Pusaka Indonesia (BPPI) serta Asosiasi Museum Indonesia (AMI), didukung oleh berbagai kalangan dari komunitas budaya independen hingga lembaga-lembaga lainnya yang peduli. Deklarasi ini dituangkan ke dalam penyataan bersama yang isinya sebagai berikut:
Kami, yang hadir di hari bermakna ini, atas nama perseorangan, komunitas dan lembaga kebudayaan, serta dari berbagai macam bidang dan profesi. Setelah membahas mengenai posisi bidang kebudayaan dalam lembaga pemerintah selama Indonesia merdeka, dan berbagai perkembangan baru yang terjadi di dalam maupun di luar negeri, kami menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa posisi kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara suatu bangsa tidak hanya dilihat dari sisi kebudayaan sebagai produk tetapi juga sebagai proses yang berkelanjutan;
2. Bahwa sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 32, bidang kebudayaan mempunyai peran penting dalam proses membangun karakter bangsa (kebangsaan), persatuan dan kesatuan, memperkukuh jati diri, menumbuhkan kebanggaan nasional dan cinta tanah air, mengubah pola pikir (revolusi mental) serta membangun citra bangsa di dunia internasional;
3. Bahwa Pasal 28 C UUD 1945 mengamanatkan agar pemerintah meningkatkan peran dalam memenuhi hak setiap orang untuk mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasar dan memperoleh manfaat demi peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia di bidang kebudayaan;
4. Bahwa dalam membangun ke-Indonesia-an kita yang lahir berdasarkan kesepakatan dari semua suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara, dan dengan demikian Indonesia merupakan bangsa yang beranekaragam suku bangsa, budaya, bahasa, dan agama. Maka dari itu, diperlukan suatu pola pengasuhan kesepakatan berkelanjutan melalui pendekatan budaya;
5. Bahwa posisi bidang kebudayaan dalam berperan membangun ke-Indonesia-an kita, sesuai amanat Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 32 tersebut, belum dapat berjalan secara optimum karena kelembagaan kebudayaan di pemerintahan berulang kali mengalami ganti posisi dan ganti pasangan;
Berdasarkan pada hal-hal di atas, dan sesuai dengan paradigma yang berkembang di berbagai negara mengenai posisi dan peran bidang kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, maka kami sepakat untuk menyampaikan pernyataan sebagai berikut:
1. Bahwa setelah 69 tahun Indonesia merdeka sudah saatnya bidang kebudayaan mendapatkan pengukuhan untuk dapat mengaktualisasikan diri dalam berperan membangun bangsa yang memiliki kepribadian Indonesia yang kokoh;
2. Bahwa untuk mewujudkan peran tersebut dalam kabinet 2014-2019, bidang kebudayaan mendapatkan prioritas untuk menjadi sebuah kementerian yang mandiri, sehingga bidang kebudayaan berada dalam posisi yang stabil dan dapat berperan secara optimum;
3. Bahwa untuk mewujudkan amanat UUD 1945, diperlukan payung hukum (UU) yang mengatur lebih lanjut tentang pelindungan keanekaragaman budaya, peran, posisi dan pengurusan bidang kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Demikian pernyataan ini kami buat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab untuk mendapatkan perhatian semua pihak. (red)