2 Museum Keren dan Gratis Untuk Liburan Panjang di Pulau Jawa
Mau liburan dengan destinasi gratis dan keren? Pulau Jawa punya keduanya, yaitu Museum Bank Indonesia di Jakarta dan House of Sampoerna di Surabaya. Dua museum ini pun bisa jadi tempat yang asyik saat libur panjang.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya."
Nah, dari titik pusat kota tua kamu sudah bisa menjelajahi lima museum bersejarah sekaligus. Kira-kira museum apa saja yah yang menarik untuk dikunjungi?
1. Museum Fatahillah
Salah satu peninggalan sejarah yang begitu indah dan masih berdiri kokoh di Jakarta adalah sebuah gedung dengan corak arsitektur khas Belanda yang dikenal dengan sebutan Museum Fatahillah. Tahun 1707-1710, bangunan indah ini dibangun berdasarkan perintah seorang Gubernur Jenderal Belanda, Johan van Hoorn. Gedung ini awalnya sebuah balai kota, namun saat ini gedung Belanda itu dijadikan sebuah saksi mati sejarah Indonesia yang terletak di Jl. Taman fatahillah No.2 Jakarta Barat.
Jika kamu mengamati gedung Museum Fatahillah ini kamu akan menemukan sebuah dokumentasi dari bangunan arsitektur bergaya abad ke-17 yaitu Barok klasik. Terdiri dari tiga lantai yang memiliki cat kuning tanah, jendela dan kusen pintu dari kayu jati dengan warna hijau tua dan pada bagian atap utamanya terdapat petunjuk arah mata angin.
Bukan hanya arsitekturnya saja yang indah, tetapi Museum Fatahillah juga memiliki beberapa koleksi yang menarik seperti keramik dan mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19. Wow! Di sini juga ada cerita perjalanan sejarah Batavia, ada juga replika peninggalan masa kerjaan Pajajaran danTarumanegara serta bentuk penjara bawah tanah pada saat Indonesia dijajah oleh Belanda.
2. Museum Wayang
Berjalan ke kiri sedikit dari Museum Fatahillah kita bisa melihat karya seni lainnya yaitu Museum Wayang. Bangunan ini awalnya adalah gereja Belanda yang pertama dibangun pada 1640, pada 1733 diperbaiki dan disebut de Nieuwe Hollandsche Kerk.
Dan akibat gempa bangunan gereja rusak dan dibangun seperti tampak bangunan sekarang ini. Tahun 1912 bagian depan gedung dibangun dengan gaya Neo Renaissance. Di halaman bangunan ada 9 buah prasasti pejabat Belanda yang pernah dimakamkan di halaman gereja tersebut. Salah satunya Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal yang membangun Batavia di atas reruntuhan Jayakarta. Makamnya sekarang berada di Museum Taman Prasasti di Jalan Tanah Abang 1.
Koleksi tertata apik dalam kotak dan lemari kaca. Rapi dan tak ada kesan tua atau kumuh, malah tampak modern. Koleksi Museum berupa berbagai macam wayang dari berbagai daerah, topeng dan perlengkapan wayang. Ada wayang kulit, wayang golek, wayang klitik dan wayang beber. Ada juga wayang dan boneka dari Cina, Kamboja, India. Melihat koleksi wayang ini seperti kembali ke masa-masa kecil dahulu sewaktu tontonan siaran wayang di TVRI masih sangat menghibur.
Koleksi masterpiece adalah wayang revolusi yang dibuat oleh RM Sayid pada 1930an dengan tokoh-tokoh sejarah terkenal seperti Bung Karno, bung Hatta dan sebagainya. Pada tahun 1960 koleksi ini dibeli oleh Wereldmuseum di Amsterdam. Pada 2005 sebagian koleksi dipinjamkan untuk jangka panjang oleh museum dari Belanda tersebut kepada Museum Wayang. Koleksi masterpiece lainnya adalah wayang Kyai Intan dibuat oleh seorang Tionghoa dari Muntilan Jawa Tengah.
Uniknya, di lantai museum ada gambar beberapa bentuk badan dan hidung wayang. Di sini kamu bisa iseng mencocokan hidung mana yang sama dengan kamu, hahaha...
Nah, untuk lebih mendalami jiwa seni, di museum ini ada ruangan khusus untuk pertunjukan wayang di hari Minggu, seminggu atau sebulan sekali tergantung jadwal. Seru loh!
3. Museum Bank Mandiri
Terletak di Jalan Lapangan Stasiun No. 1 Jakarta-Kota, Museum Bank Mandiri menempati area seluas 10.039 meter persegi. Bangunan museum terdiri atas empat lantai dengan luas keseluruhan 21.509 meter persegi, dan mulai difungsikan sebagai museum sejak awal tahun 2004.
Gedung yang dirancang oleh arsitek Belanda itu mulai dibangun oleh Biro Konstruksi NV Nedam pada tahun 1929 dan diresmikan pada 14 Januari 1933 sebagai kantor cabang NHM (Nederlansche Handel-Maatschappij) untuk Dunia Timur dikenal sebagai 'Gedong Factorij Batavia'.
Museum Bank Mandiri merupakan salah satu museum perbankan yang ada di Indonesia, antara lain Bank Indonesia (terletak tepat di samping Museum Bank Mandiri), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Selain menawarkan gaya bangunan dengan arsitektur art deco klasik, berbagai koleksi dan fasilitas yang tersedia di Museum Bank Mandiri juga menjadi daya tarik tersendiri. Di museum ini dapat dijumpai berbagai benda perbankan yang memiliki nilai sejarah tinggi, mulai dari era Belanda, era kemerdekaan Republik Indonesia, hingga sistem perbankan masa kini.
Koleksi-koleksi yang ditampilkan oleh museum juga memuat periode beberapa bank era penjajahan Belanda, munculnya Bank Industri Negara, Bank Bumi Daya, Bank Ekspor Impor (BankExim), Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo), hingga masa integrasi beberapa bank menjadi Bank Mandiri (1998-2000).
Di lantai satu museum, terdapat ruang brankas serta peti uang yang sarat dengan nuansa dan koleksi benda-benda era Belanda (tahun 1800-an). Sementara itu di lantai dua, terdapat ruang pamer kasir, peralatan operasional bank, dan mesin-mesin ATM dari masa ke masa.
Sedangkan di lantai 3, pengunjung dapat menikmati koleksi mata uang kuno dalam dan luar negeri, ruang direktur, ruang rapat direksi, dan ruang penghargaan. Hingga saat ini, gedung dan benda-benda koleksi di Museum Bank Mandiri boleh dibilang masih sangat terjaga. Terlihat dari mozaik keramik lantai buatan Italia, kaca patri bikinan pabrik Belanda, dan sempoa kasir khusus bangsa Cina yang tetap utuh.
Sedikit berbeda dengan museum yang lain, Museum Bank Mandiri memiliki fasilitas yang membuyarkan rasa sepi atau tua. Ada taman bermain untuk anak-anak di halaman tengah gedung, dan tempat untuk duduk-duduk sekedar bersantai atau menikmati suasana di sekitar museum. Asik bukan?
4. Museum Bahari
Berada di kawasan Kota Tua, di ujung Utara Ibukota, di kawasan kuno pelabuhan Sunda Kelapa, tepat di sebelah barat muara sungai Ciliwung. Museum ini berlokasi di Jalan Pasar Ikan No. 1 Sunda Kelapa.
Pada jaman Belanda bangunan Museum Bahari ini dulunya adalah gudang penyimpanan hasil bumi, seperti rempah-rempah, komoditi utama VOC yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan memiliki dua sisi, sisi barat dikenal dengan sebutan Westzijdsche Pakhuizen atau Gudang Barat (dibangun secara bertahap mulai tahun 1652-1771) dan sisi timur, disebut Oostzijdsche Pakhuizen atau Gudang Timur. Gudang barat terdiri dari empat unit bangunan, dan tiga unit di antaranya yang sekarang digunakan sebagai Museum Bahari. Gedung ini awalnya digunakan untuk menyimpan barang dagangan utama VOC di Nusantara, yaitu rempah, kopi, teh, tembaga, timah, dan tekstil.
Kemudian ketika Jepang nenduduki Indonesia gedung-gedung ini dipakai sebagai tempat menyimpan barang logistik tentara Jepang. Setelah Indonesia Merdeka, bangunan ini dipakai oleh PLN dan PTT untuk gudang. Tahun 1976, bangunan cagar budaya ini dipugar kembali, dan kemudian pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari.
Di Museum Bahari disimpan peninggalan VOC Belanda pada zaman dahulu dalam bentuk model atau replika kecil, photo, lukisan serta berbagai model perahu tradisional, perahu asli, alat navigasi, kepelabuhan serta benda lainnya yang berhubungan dengan kebaharian Indonesia. Museum ini mencoba menggambarkan kepada para pengunjungnya mengenai tradisi melaut nenek moyang Bangsa Indonesia dan juga pentingnya laut bagi perekonomian Bangsa Indonesia dari dulu hingga kini.
Museum Bahari juga menampilkan koleksi biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum ini juga menampilkan matra TNI AL, koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, tokoh-tokoh maritim Nusantara serta perjalanan kapal KPM Batavia – Amsterdam.
Kalau waktunya pas, kadang kamu bisa melihat pembuatan video klip musisi terkenal Indonesia loh, karena di lokasi ini ternyata banyak buat dijadikan tempat syuting.
5. Museum Seni Rupa dan Keramik
Belum puas rasanya menjelajah kota tua kalau belum mampir ke Museum Seni Rupa dan Keramik. Di museum ini yang dipamerkan adalah lukisan-lukisan karya pelukis Indonesia ternama seperti Affandi dan karya pelukis international.
Kalau dilihat dari namanya, seharusnya selain seni rupa, banyak juga keramik peninggalan sejarah, tapi sayang jika diperhatikan sepertinya koleksi keramiknya sangat minim, malahan lebih lengkap ragam keramik yang dipamerkan di Museum Nasional.
Tapi di sisi-sisi depan ruangan pamer, berjejer sekitar 5 buah alat atau mesin pembuat keramik, di sini bisa mencoba duduk sambil memutar-mutar alat pembuat keramik itu.
Oh iya, sejarah dari Museum Seni Rupa dan Keramik ini tadinya merupakan gedung yang dibangun pada 12 Januari 1870 itu awalnya digunakan oleh Pemerintah Hindia-Belanda untuk Kantor Dewan Kehakiman pada Benteng Batavia (Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Kasteel Batavia). Saat pendudukan Jepang dan perjuangan kemerdekaan sekitar tahun 1944, tempat itu dimanfaatkan oleh tentara KNIL dan selanjutnya untuk asrama militer TNI.
Pada 10 Januari 1972, gedung dengan delapan tiang besar di bagian depan itu dijadikan bangunan bersejarah serta cagar budaya yang dilindungi. Tahun 1973-1976, gedung tersebut digunakan untuk Kantor Walikota Jakarta Barat dan baru setelah itu diresmikan oleh Presiden (saat itu) Soeharto sebagai Balai Seni Rupa Jakarta.
Pada 1990 bangunan itu akhirnya digunakan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik yang dirawat oleh Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta. Museum ini menyajikan koleksi dari hasil karya seniman-seniman Indonesia sejak kurun waktu 1800-an hingga saat sekarang. Dan untuk Koleksi seni rupa menampilkan patung-patung sepeti Totem Asmat dan lain-lain.
Sedangkan koleksi keramik menampilkan keramik dari beberapa daerah Indonesia dan seni kreatif kontemporer. Selain itu ada juga koleksi keramik dari mancanegara seperti keramik dari Tiongkok, Thailand, Vietnam, Jepang dan Eropa dari abad 16 sampai dengan awal abad 20.
Hemm, bagaimana informasi tentang kelima museum di kota tua, seru bukan? Yuk, gunakan waktu libur kamu untuk menjelajahi sejarah Indonesia melalui museum. Ingat loh, "Bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya." (berbagaisumber)
Dilansir dari www.rileks.com (diakses 14 Oktober 2012)
Could not load widget with the id 25.
Lawang Sewu, Gedung Indah dan Bersejarah di Semarang
Sumber foto : Bangunan bersejarah Lawang Sewu (Amanda Purnama Sari/ACI/detik.travel.com) |
Jika Jakarta mempunyai Museum Fatahillah sebagai peninggalan kolonial Belanda, maka Semarang mempunyai Lawang Sewu. Sama seperti bangunan peninggalan penjajah lainnya, Lawang Sewu mempunyai gaya bangunan khas Eropa.
Dari situs resmi pariwisata Indonesia yang dikunjungi detikTravel, Minggu (23/9/2012), Lawang Sewu adalah kantor pusat kereta api yang digunakan oleh pemerintah Belanda atau dikenal sebagai Nederlandsche Indische Spoorweg Maschaappij (NIS). Dibangun pada tahun 1904 selesai pada tahun 1907, Lawang Sewu menjadi menyimpan banyak sejarah dari masa penjajahan Belanda hingga Jepang.
Gedung tua ini pernah menjadi lokasi pertempuran berdarah antara pemuda AMKA (Angkatan Muda Kereta Api) melawan Kempetai dan Kidobutai Jepang. Pertempuran ini dikenal dengan Pertempuran Lima Hari di Semarang yang berlangsung pada 14-19 Oktober 1945.
Selain itu, di ruang bawah tanah Lawang Sewu mempunyai kisah tersendiri. Pada jaman Jepang, ruangan tersebut dijadikan penjara dan banyak para tahanan, kebanyakan pribumi, yang meninggal di sana.
Terlepas dari sejarah, Lawang Sewu mempunyai arsitektur yang menakjubkan. Lawang Sewu memiliki arti seribu pintu. Julukan tersebut lahir dari masyarakat karena banyaknya pintu dan jendela yang berukuran besar. Keindahan pintu dan jendela tersebutlah yang membuat Lawang Sewu terlihat gagah.
Memasuki bagian dalamnya dengan tiket sebesar Rp 10 ribu saja, Anda seolah kembali ke masa lampau. Lorong-lorong panjang dan langit-langit yang tinggi di gedung berlantai dua tingkat ini, menjadi pemandangan khas di dalamnya.Dari jendela-jendela besarnya, tampak Kota Semarang dari atas ketinggian.
Halaman yang luas dengan rerumputan hijau dan pohon-pohon besar, terhampar di depan gedungnya. Halaman ini pun menjadi tempat beristirahat setelah lelah mengitari Lawang Sewu.
Salah satu pemandangan unik di dalam Lawang Sewu adalah kaca patri yang besar. Kaca patri tersebut menggambarkan tentang lambang Kerajaan Belanda, lambang NIS dan orang Belanda. Kaca patri diimpor langsung dari Belanda pada masa penjajahan Belanda. Padahal, kaca patri sangat mudah rusak. Jadi bisa Anda bayangkan bagaimana sulitnya sang arsitek Lawang Sewu membawa kaca tersebut langsung dari Belanda?
Dari gaya bangunan khas Eropa, Lawang Sewu juga menjadi surganya fotografer. Keluarkan kamera Anda dan berposelah dengan bangunan berusia ratusan tahun ini.
Dibalik opini masyarakat yang menyebut Lawang Sewu sebagai tempat yang angker, keindahan gaya bangunan Lawang Sewu sangatlah menakjubkan. Ratusan pintu dan jendela yang besar, taman, dan setiap sudut bangunan adalah menakjubkan!
Dilansir dari : travel.detik.com (Minggu, 23 September 2012)
Perjalanan Mengesankan Ke Situs Prasejarah
KOMPAS.com - Hobi keluyuran menggunakan sepeda motor dan juga penasaran seperti apa situs yang sering disebut-sebut mirip piramida di Mesir itu akhirnya terjawab. Sabtu (14/7/2012), dengan dua orang teman lagi, kami berangkat berempat, berboncengan dengan dua sepeda motor dari Bogor menuju Sukabumi. Lokasi yang akan dituju adalah Situs Megalitik Gunung Padang yang berada di perbatasan Dusun Gunung Padang dan Paggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Cianjur, Jawa Barat.
Setelah berjuang melawan kemacetan karena padatnya kendaraan dan keramaian pasar di pinggir jalan, tibalah kami di kota Sukabumi. Setelah isi bensin dan beristirahat sejenak di SPBU, dari kota sejuk yang terkenal dengan bubur ayamnya itu perjalanan kami lanjutkan ke arah Cianjur. Tidak sampai satu jam menelusuri jalur utama Sukabumi-Cianjur, tepatnya di daerah Warungkondang, pada sebelah kiri jalan ada papan petunjuk yang menjelaskan arah Situs Megalitik Gunung Padang belok ke kanan dan jaraknya masih 20 kilometer lagi.
Tidak Membosankan
Awalnya kami lemas membayangkan masih harus menempuh jarak 20 kilometer lagi dari mulut jalan menuju lokasi situs batu tersebut. Tetapi setelah menelusuri beberapa saat ternyata kami disuguhkan pemandangan pedesaan Jawa Barat yang semakin jauh kedalam jalan semakin sepi. Jarang sekali angkot yang lewat, kebanyakan warga menggunakan sepeda motor sendiri atau ojek. Hamparan sawah, sesekali semak dan pepohonan di pinggir jalan menemani perjalanan kami.
Makin ke dalam jalan pun semakin naik-turun dan berliku. Kira-kira 7 kilometer sebelum lokasi kita bisa melihat terowongan kereta api tua tahun 1879-1882 berdekatan dengan Stasiun Lampengan yang sudah tidak digunakan lagi. Setelah itu jalan terus menanjak, angin bertiup sepoi-sepoi menerpa wajah, pemandangan jajaran perbukitan nampak jelas dari atas, sebagian berselimut awan tipis, hamparan perkebunan teh di kanan-kiri jalan menambah asyik perjalanan di atas roda.
Akhirnya sampai juga kami di lokasi. Rupanya situs yang masih disakralkan oleh masyarakat setempat itu berada di areal perkebunan teh Gunung Manik. Dari pintu masuk perkebunan tersebut berjarak sekitar 2 kilometer, terlihat beberapa orang yang datang dari luar daerah sedang menikmati pemandangan hamparan kebun teh. Sementara rombongan keluarga yang lain duduk-duduk ditikar di antara pohon teh dan tepi jalan.
Obyek Wisata
Sebagai obyek wisata sejarah, Situs Megalitik Gunung Padang termasuk banyak dikunjungi wisatawan. Warga sekitar menyewakan pekarangan rumahnya sebagai tempat parkir, menjual makanan-minuman, dan souvenir. Cukup murah tiket masuk ke situs tersebut, hanya Rp 2.000 per orang. Dengan harga segitu kita pun seperti harus maklum dengan minimnya fasilitas umum di sana.
Situs Megalitik Gunung Padang berada di atas bukit dan untuk sampai kesana kita harus menaiki anak tangga. Tangga aslinya yang terdiri dari sekitar 400-an anak tangga terbuat dari susunan batu cadas dan curam, cukup ngos-ngosan bagi kami yang jarang berolahraga saat mendaki. Bagi pengunjung yang ingin santai di sebelah kanan saat masuk telah dibangun tangga yang landai.
Setiba di atas nampak sebuah pelataran dengan batu vulkanik alami berserakan, rata-rata berbentuk balok yang berukuran panjang sekitar satu meter dan berdiameter 20 centimeter. Sebagai orang awam saat melihat pertama kali tidak terlihat situs yang luasnya 900 meter persegi itu berbentuk piramida tetapi lebih tampak seperti bukit setinggi lebih kurang 10 meter, dengan batu berbentuk balok berserakan tak beraturan di mana-mana. Dari informasi yang saya baca bahwa bangunan bersejarah itu merupakan reruntuhan bangunan dan pertama kali diketahui keberadaannya setelah ditulis di Buletin Dinas Kepurbakalaan Pemerintah Hindia Belanda tahun 1914. Bangunan yang jauh lebih tua dari Candi Borobudur itu dulunya digunakan sebagai tempat pemujaan masyarakat Sunda Kuna.
Menurut juru kunci yang juga warga sekitar, situs megalitik yang konon terbesar di Asia Tenggara itu terbagi menjadi 5 pelataran/tingkat. Hanya dari pelataran pertama ke pelataran kedua yang tampak tinggi, sedangkan dari pelataran kedua ke pelataran ketiga dan seterusnya masing-masing hanya berketinggian sekitar satu meter.
Tempat Ziarah
Suasana terasa kalau situs yang dikramatkan oleh masyarakat setempat itu dulunya sebagai tempat pemujaan, sama seperti tempat ibadah lainnya, saat kami duduk di antara batu-batu di bukit itu suasana tenang dan damai kami rasakan. Bila diperhatikan banyak keunikan pada batu-batu tersebut, seperti ada yang memiliki tanda berupa lubang atau codetan, batu yang apabila dipukul bisa mengeluarkan nada musik tertentu, dan ada batu yang memiliki ukiran mirip senjata tradisonal kujang, dan tapak harimau.
Di pelataran kelima, ada jejeran batu yang menyerupai bentuk makam dan diziarahi orang yang memohon keinginannya menjadi pegawai negeri terkabul. Saat kami kesana masih tampak bunga yang ditabur di atas batu tersebut tanda bekas orang berziarah.
Disana juga telah dibangun semacam gardu pandang dengan bentuk lebar pada lantainya. Selain untuk tempat beristirahat, pengunjung juga bisa melihat seluruh lokasi situs dari atasnya. Jadi bila Anda ingin menikmati suasana pedesaan, tempat yang unik dan menarik sekaligus menambah pengetahuan maka Situs Megalitik Gunung Padang bisa menjadi pilihan. (Eristo Subandono)