Kabar Gembira, Tunanetra Kini Boleh Menyentuh Wajah "Soekarno" di Museum KAA
BANDUNG, MUSEUM KAA – Untuk meningkatkan interpretasi publik terhadap koleksi Museum KAA, mulai sekarang pengunjung tunanetra diizinkan untuk menyentuh langsung seluruh benda koleksi tiga dimensi yang dipamerkan di Museum KAA. Kebijakan yang dikeluarkan Kepala Museum KAA ini melengkapi sejumlah upaya yang telah ditempuh Museum KAA selama ini untuk meningkatkan aksesibilitas penyandang disabilitas terhadap Museum KAA.
"Pelayanan pemanduan Museum KAA untuk pengunjung tunanetra harus memenuhi aspek motorik dan sensorik. Dengan menyentuh langsung koleksi, mereka memperoleh pengalaman yang sensasional," kata Kepala Museum KAA, Thomas A. Siregar, Jumat, 18/07/2014 dalam acara buka puasa bersama anggota Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) di Museum KAA – Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika No.65 Bandung.
Thomas memaparkan, Museum KAA kini tengah menggodok prosedur pelayanan standar pengunjung disabilitas. Hasilnya akan segera diterapkan dalam bentuk pelayanan optimal kepada penyandang disabilitas. Harapannya tak lain adalah agar para penyandang disabilitas makin leluasa menginterpretasi Nilai-nilai KAA yang tersemat pada benda-benda koleksi Museum KAA.
"Mendeskripsikan bentuk, ukuran, dan ruang kepada pengunjung tunanetra di Museum KAA bukanlah hal mudah. Padahal, keberhasilan interpretor museum dalam mentransfer Nilai-nilai KAA tidak melulu bertumpu pada penyajian secara lisan. Kreatifitas interpretor museum dituntut sedemikian rupa untuk menghadirkan ilustrasi koleksi secara utuh," imbuh Thomas.
Thomas mencontohkan, salah satu cara sederhana menjelaskan situasi Ruang Utama Gedung Merdeka kepada pengunjung tunanetra adalah dengan menggabungkan konsep motorik dan sensorik. Misalnya, mereka diajak bergerak mengelilinginya sambil menyentuh berbagai jenis benda koleksi serta mendapat deskripsi lisan dari interpretor.
Selain itu, perlu pula komunikasi dua arah antara interpretor dan pengunjung tunanetra. Usai tur museum, ada sesi tanya jawab antara interpretor dan pengunjung tunanetra.
Diskusi interpretatif ini penting untuk memberikan kesempatan kepada pengunjung tunanetra mengapresiasi pengalaman berkunjung mereka.
"Mudah-mudahan upaya Museum KAA ini dapat membantu mewujudkan keadaan yang kondusif bagi tunanetra untuk menjalankan kehidupannya sebagai manusia dan warga negara Indonesia yang cerdas, mandiri dan produktif tanpa diskriminasi dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan," pungkas Thomas. (sppnkaa/dsa)
Dilansir dari : http://asianafricanmuseum.org/